Sejarah Islam Masuk Di Bima

     Sebagai negara maritim yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dan musafir dari berbagai penjuru negeri, seharusnya Bima lebih awal menerima pengaruh islam. Mengingat abad X M, saudagar-saudagar Islam Arab sudah banyak yang berkunjung ke Maluku (Ternate dan Tidore ) untuk membeli rempah-rempah. Tetapi dalam kenyataanya, berdasarkan berbagai sumber tertulis yang untuk sementara dapat dijadikan pegangan, masyarakat pesisir Bima baru mengenal islam sekitar pertengahan abad XVI M, y

 ang dibawa oleh para Mubaliq dan pedagang dari kesultanan Demak, kemudian dilanjutkan oleh mubaliq dan pedagang kesultanan Ternate, pada akhir abad XVI M.

Menurut Sejarahwan M. Hilir Ismail, tahun 1540 M merupakan tonggak awal kedatangan Islam di tanah Bima. Proses islamisasi itu berlangsung dalam tiga tahap yaitu periode kedatangan Islam tahun 1540 – 1621, periode pertumbuhan islam tahun 1621-1640 M, dan periode kejayaan islam pada tahun 1640 – 1950 M. pada tahap awal sebelum Islam menjadi agama resmi kerajaan, ajaran Islam sudah masuk di wilayah-wilayah pesisir Bima.

Berdasarkan kajian dan penelitian itulah, ditetapkanl  dua tahap masuknya islam di tanah Bima. Hal itu didasarkan pada keterangan dari catatan lokal yang dimiliki,  ternyata tahap awal kedatangan Islam di Dana Mbojo, peranan Demak dan Ternate sangat besar. Para mubaliq dan pedagang dari dua negeri tersebut silih berganti menyiarkan Islam di Dana Mbojo. Selain itu para pedagang Bima pun memiliki andil dalam penyiaran Islam tahap awal. Secara kronologis kedatangan Islam di Bima yaitu tahap pertama dari Demak dan kedua dari Ternate.

Pada abad ke-16 M, Bima sudah menjadi salah satu pusat perdagangan yang ramai di wilayah bagian timur Nusantara. Menurut Tome Pires yang berkunjung ke Bima pada tahun 1513 M, pada masa itu pelabuhan Bima ramai dikunjungi oleh para  pedagang Nusantara dan para pedagang Bima berlayar menjual barang dagangannya ke Ternate, Banda dan Malaka serta singgah di setiap pelabuhan di Nusantara. Pada saat inilah kemungkinan para pedagang Demak datang ke Bima selain berdagang juga untuk menyiarkan agama Islam.

Keterangan Tome Pires juga diperkuat Panambo Lombok, DR. E Urtrech, SH mengatakan bahwa “ pengislaman di pulau Lombok terjadi pada masa pemerintahan sunan prapen putera Sunan Giri  yang pernah menundukkan Sumbawa dan Bima. “ Saya sepakat dengan M. Hilir bahwa kata “ Menundukkan “ dalam keterangan Panambo Lombok itu tidaklah tepat, karena proses islamisasi di tanah air secara umum tidak dilakukan dengan jalan kekerasan melainkan dengan misi damai, dakwah dan perdagangan serta perkawinan silang. Kata menundukkan itu sebenanrnya lebih mengarah pada kesadaran masyarakat untuk memeluk Islam.  Disamping itu, jika terjadi penundukkan berarti raja Bima saat itu sudah memeluk Islam dan diikuti oleh rakyatnya. Tapi pada kenyataannya Islam baru secara resmi menjadi agama kerajaan pada tahun  1640 M.

Tahap kedua, Islam masuk di Bima melalui Ternate. Dari catatan Raja-Raja Ternate, dapat diketahui betapa gigihnya sultan Ternate bersama rakyatnya, dalam menegakkan nur islam di wilayah timur nusantara. Pada masa sultan Khairun, sultan Ternate ketiga (1536-1570), telah dibentuk aliansi Aceh-Demak-Ternate. Dan juga telah dibentuk lembaga kerjasama Al Maru Lokatul  Molukiyah yang diperluas istilahnya menjadi Khalifah Imperium Nusantara. Aliansi ini dibentuk untuk meningkatkan kerja sama antara tiga negara islam itu dalam penyebaran pengaruh Islam di wilayah Nusantara.

Pada masa sultan Baabullah(tahun 1570-1583), usaha penyiaran  Islam semakin ditingkatkan dan pada masa inilah, para Mubaliq dan pedagang Ternate meningkatkan kegiatan dakwah di Bima.  Hal itu terus berlanjut sesuai keterangan BO Istana, bahwa para Mubaliq dari Sulawesi Selatan  yang dikirim oleh Sultan Alauddin Gowa tiba di Sape pada tanggal 11 Jumadil Awal 1028 H bertepatan dengan tanggal 16 April 1618, tiga belas tahun setelah Raja Gowa dan Tallo memeluk Agama Islam, bahkan lima belas tahun setelah Raja Luwu memeluk Agama Islam.

Para mubaliq dari Tallo, Luwu, dan Bone tiba di Bima pada saat  situasi politik dan keamanan sangat tidak menguntungkan. Pada saat itu sedang terjadi konflik politik yang berkepanjangan, akibat tindakan dari Salisi salah seorang putera Raja Ma Wa’a Ndapa, yang berambisi untuk menjadi raja. Intrik dan rekayasa politik dijalankan oleh Salisi.  Ia membunuh keponakannya yaitu putera Raja Samara yang telah dilantik menjadi Putera Mahkota. Keponakannya itu dibakar hidup-hidup di padang rumput Wera, yang merupakan areal perburuan bagi raja dan keluarga Istana. Sehingga putera Mahkota itu dikenal dengan nama Ruma Mambora Di Mpori Wera. (Tuanku yang wafat di padang rumput Wera).

Suasana seperti itu tidaklah menyurutkan tekad dan semangat para mubaliq untuk menyiarkan islam di Bima. Mereka terus berupaya untuk menemui Putera Mahkota La Ka’I dalam pelariannya di dusun Kamina. Sebuah dusun di hutan belantara yang berada di puncak gunung La Mbitu di sebelah tenggara Bima.

Pada tanggal 15 Rabiul Awal 1030 H bertepatan dengan tanggal 7 Pebruari 1621 M, Putera Mahkota La Ka’I bersama pengikutnya mengucapkan dua kalimat syahadat dihadapan para mubaliq sebagai gurunya di Sape. Sejak itu, putera mahkota La Ka’I berganti nama menjadi Abdul Kahir. Pengikut La Ka’I Bumi Jara Mbojo bernganti nama menjadi Awaluddin, Manuru Bata putera Raja Dompu Ma Wa’a Tonggo Dese berganti nama menjadi Sirajuddin.

Pada tanggal 5 Juli 1640 M, Putera Mahkota Abdul Kahir dinobatkan menjadi Sultan Bima pertama setelah melewati perjuangan panjang merebut tahta kerajaan dari pamannya salisi. Hal itu  yang menandai beralihnya sistim pemerintahan dari kerajaan kepada kesultanan. Sejak saat itu, Islam bersinar terang di Bumi Bima dan masa –masa selanjutnya menjadi kesultanan tersohor di Nusantara Timur.
Keadaan alam Bima memang sangat strategis bagi perkembangan politik agama dan perdagangan. Wilayah bagian  utara berbatasan langsung dengan laut flores , sebagai urat nadi perniagaan Nusantara sejak abad 14 M. Terletak di tengah rangkaian kepulauan nusantara dan memiliki pelabuhan alam yang terlindung dari serangan gelombang dan angin musim barat. Hasil alamnya cukup beragam dan menjadi bahan ekspor yang sangat laris pada zamannya. Inilah yang merupakan salah satu sebab bima bisa tampil sebagai negara maritim tersohor sejak abad 15 sampai pertengahan abad 20 M.
Read »

SEJARAH BIMA YANG TERLUPAKAN

Adat Bima
      Sebuah sejarah harus mengungkapkan realitas sebenarnya atas segala sesuatu yang terjadi pada masa kejayaannya. Sejarah yang dikaburkan merupakan kejahatan terhadap generasi. Sebab sejarah bukan sekedar bacaan belaka namun menggambarkan identitas kita dalam fase kehidupan hingga terbentuk karakter diri dan lingkungan sekitar kita. Ketika sejarah dijadikan sebuah alat dalam melanggengkan kekuasaan, maka hal tersebut adalah fatal adanya. Karena suatu saat, gemerasi-generasi kemudian akan membongkarnya. Baru-baru ini, kami (Tambora Study Club-Makassar) mencoba membongkar tabir kejayaan masa lalu dana mbojo yang terjadi pada tahun 1769 – 1792 pada saat kesultanan Mbojo melakukan penaklukan terhadap daerah manggarai. Mengungkap kembali keberadaan ASI Mbojo yang ada di Reo serta hubungan keterkaitan adanya Tapak Kahampa. Sebuah tugas Berat bagi kami (TSC) untuk melakukan penelitian sejarah kemudian dipertanggungjawabkan keabsahan penelitian secara otentik. Tim Peneliti yang di Ketua-I oleh Ketua Umum TSC makassar memulai mengungkap tabir misteri tersebut dengan melakukan study Literatur di Makassar-Gowa, Ende-Manggarai serta Bima. Tak sedikit literature yang didapat untuk mengerucutkan judul tersebut. Dalam study Literatur, Tim dibagi 3 yaitu Tim Makassar, Tim Bima dan Tim Reo-Manggarai. Akhirnya pada tanggal 26 Mei 2008 kemarin seluruh Tim berada di Manggarai-Reo untuk melakukan eksplorasi lapangan atas temuan Literatur tersebut. Pada hari selasa, 10 Juni 2008. seluruh personil Tim Berangkat ke Bima untuk melakukan Sinergisitas atas temuan-temuan lapangan dengan para sejarahwan, Budayawan serta Orang Dalam Kesultanaan. Sebuah hasil yang mencengangkan terkuak. Setelah terjadi penaklukan Reo oleh kesultanan Bima pada tahun 1762 – 1769. kemudian tidak pernah lagi ada catatan atas penaklukan Reo Tersebut hingga tahun 1890. 100 tahun tanpa catatan sejarah. Padahal menjadi sebuah pertanyaan bagi kami ketika menemukan bukti otentik keberadaan ASI di Reo yang dinamakan ASI MBOJO POTA. Terdapat Tapak Tangan Kahampa, beberapa Kuburan Kuno penguasa Bima dan Gowa, semua Dusun/Kampung di Reo menggunakan karakter nama Mbojo. Bahasa keseharian Reo-Manggarai adalah bahasa Mbojo Asli. Kenapa tidak ada yang mengungkap dan kenapa tidak pernah diungkap dalam berbagai catatan sejarah Bima? Berikut Catatan yang kami rangkum : Catatan Sejarah Yang Ada Dalam sejarah kebudayaan Mbojo yang tertulis dalam beberapa Buku seperti : BO' Sangaji Kai, Catatan kerajaan Bima, yang dirangkum oleh Henri Chambert-Loir dan Hj Siti Maryam R. Salahuddin (yayasan Obor Indonesia 1999), Buku BO' Suatu Himpunan Catatan Kuno Daerah Bima (Masir Q Abdullah; 1982), Kerajaan Bima Dana Mbojo (H. Abdul Tajib BA; 1990), Manggarai Mencari Pencerahan Historiografi (Dami L Toda; Ende Nusa Indah 1999). Menceritakan tentang sejarah penaklukan Manggarai oleh kerajaan Bima yang dimulai sejak tahun 1760. Dalam BO' Sangaji Kai mangatakan bahwa ; pada 15/11/1760, Sultan Abdul Kadim menyuruh Tureli Bolo Ismail dan sejumlah pejabat beserta rakyat 1.500 orang untuk menuju gunung Talo di Manggarai sebagai perwakilan kesultanan Bima; mereka disuruh mendirikan Kota dan Benteng … 10 hari kemudian utusan kesultanan Bima sampai di Bandar dalam sungai Gunung Talo Pada Masa tersebut hingga 22/05/1769 dalam catatan BO' Sangaji Kai bahwa "Dalu Todo (Kepala Dusun Todo) dan Dalu Leda (Kepala Dusun Leda) diberikan sebuah surat resmi dari Sultan Bima (Sultan Abdul Kadim Muhammad Syah atau Ma Wa'a Taho) sebagai tanda kekuasaan Bima atas Pota. Sebelumnya, pada 15/03/1769, Tureli Bolo sebagai Punggawa besar di Pota dan Reo melakukan penyerangan terhadap Benteng Pota dan benteng Pawo hingga akhirnya pada 22/04/1769 Benteng Pota dan Pawo dapat direbut, Daeng Tamimang dan Karaeng Balak menyerahkan diri. Pada saat itu pula Sultan Abdul Kadim mengangkat Daeng Malajang sebagai Papu (Ketua Masyarakat Makassar di Reo) Antara tahun 1760 hingga 1769 menurut catatan D.F. Van Braam Morris (Nota Van Toclichting Behoorende Bij Net Contract Gesloten Met Het Landschap Bima Op Den 20sten October 1886) Kesultanan Bima menguasai Manggarai atas dua wilayah yaitu Reo ndan Pota. Reo memiliki tujuh wilayah distrik/dusun (Reo, Toda, Renda, Kole, Koela, Barie, dan Weas) sedangkan Pota terbagi atas enam distrik/dusun (Babi, Rioeng, Biti, Tjitjir, Ramoe dan Tjongkar). Kepada seluruh Dalu (kepala kampung) yang dilewati oleh rombongan pasukan kesultanan Bima yang dipimpin oleh raja Turteli Bolo selaku yang mewakili Sultan Bima, diharuskan bersumpah dan meminum air pembasuh keris tatarapang yang dipakai oleh Anangguru (Ketua Pasukan) Sape La Nipa serta disumpah bahwa "dengan sejujur-jujurnya bahwa kami sekalian menyatakan, hanya tanah Bima menjadi Nyawa, Tanah Manggarai jadi Tubuh, Tanah Bima jadi angina, Tanah Manggarai menjadi Hamba, sekalian isinya jadi daun dan kayu. Demikian pesan orang tua-tua terdahulu hingga sekarang". Dalam berbagai catatan naskah kuno yang ada di Bima tidak disebutkan berapa Dalu yang disumpahi dan kemudian ditaklukan dengan tanpa perlawanan maupun peperangan. "…Demikian pesan orang tua-tua kami terdahulu…" yang dimaksudkan adalah keturunan dari Makipiri Solo (anak dari Manggampo Donggo) yang sebelumnya telah melakukan penaklukan tanah Manggarai. Dari berbagai buku tidak terdapat catatan kapan tepatnya Makapiri Solo Menaklukan tanah-tanah Timur (Solo, Sawu, Solor, Sumba, Larantuka, Ende, Manggarai, dan Komodo). Hanya dikatakan bahwa Makapiri Solo melakukan penaklukan tersebut atas perintah ayahanda-nya yaitu Mawa'a Bilmana yang merupakan Raja Bima ke- 11. kemudian menjadi Tureli Nggampo (Raja Bicara). Makapiri Solo berupaya meluaskan kerajaan yang kemudian menjadi tradisi hingga pada kepemimpinan Sultan ke- 2 (Abi'l Khair Sirajuddin), Mantau Uma Jati. Selama itu pula tanah-tanah Timur dating ke Bima membawa upeti hingga sampai masa kepemimpinan Sultan Abdul Kadim (yang memerintah pada tahun 1736) Dari catatan sejarah yang ditemukan bahwa menaklukan kembali Reo dan Pota oleh kesultanan Bima adalah akibat adanya gerakan kudeta/pemberontakan yang dilakukan oleh Daeng Tamimang yang bergelar Papu (sebutan bagi pimpinan orang Goa di Manggarai). Hampir seluruh distrik di Reo dan Pota yang dipimpin oleh Dalu (kepala Kampung di Reo) dikuasai oleh Papu. Sehingga misi penaklukan kembali tersebut adalah membinasakan orang Mengkasara (Makassar). Sedangkan dari beberapa catatan sejarah yang ada, tidak ada sikap tegas dari Sultan Goa Sirajuddin yang pada saat itu menjadi sultan di Goa. Sebab Papu adalah perwakilan Kesultanan di Goa di Manggarai yang diangkat oleh sultan itu sendiri. Merunut pada sejarah yang terjadi bahwa Manggarai adalah pertanda Raja Goa dan Raja Bima esa, maka hamba Raja Bima dan Raja Goa adalah satu jua adanya (Manggarai adalah symbol persaudaraan masyarakat Goa dan Bima). Dari catatan Lontara Goa yang kemudian dicocokan dengan BO' Sangaji Kai bahwa raja Goa Tumenanga Rasorayu datang ke Bima (tidak ada penjelasan Tahun), bertemu dengan raja Bima sultan Abdul Kahir (Sultan Bima ke- 1 Mantau Bata Wadu) yang memerintah pada tahun 1620-1640. Pada saat itu diberikannya wilayah Pota sampai Sungai Ramo kepada Sultan Bima. Pada saat Abi'l Khair Sirajuddin atau Mantau Uma Jati memerintah ( 1640-1682) memberi tanah Reo tersebut (untuk dikelola) kepada cucu tirinya Karaeng Bontowa hingga Barie, tetapi isi dan upetinya tidak pernah dibagikan kepada Sultan Bima. Kemudian tanah tersebut dikembalikan lagi kepada Sultan Bima Hasanuddin Muhammad Ali Syah atau Mabata Bou. Sultan Hasanuddin Muhammad Ali Syah yang menikah dengan Karaeng Bissangpole menyerahkan tanah Reok yang dikembalikan tadi kepada adik istrinya yaitu Daeng Mambila dan Daeng Mangakili. Pada saat tanah Reok diserahkan kepada Mamora yaitu anak dari Daeng Mangaliki (yang telah dipengaruhi oleh Belanda) berusaha menguasai tanah Manggarai dengan sewenang-wenangnya. Hingga pada akhirnya Sultan abdul Kadim mengambil kembali tanah Reok tersebut dibawah penguasaan kesultanan Bima yang diwakili oleh Tureli Bolo dan kemudian dilanjutkan oleh Tureli Donggo. Ketika masa penaklukan kembali tanah Manggarai oleh Kesultanan Bima (1760 – 1769). Sultan Bima Abdul Kadim melakukan perjalanan dari Bima menuju Reo dan Pota dua kali. Sedangkan Sultan Goa tidak pernah sekalipun datang. Perjalanan pertama tidak tercatat dalam catatan naskah Kuno sejarah Bima. Sedangkan perjalanan ke dua adalah perjalanan bersama rombongan perang yang cukup banyak dalam rangka menjatuhkan benteng Pota dan Benteng Pawo yang bersikeras menentang pasukan Bima. Yang kemudian setelah ditaklukan, sultan Bima melanjutkan perjalanan menuju Goa. Ada catatan yang belum pernah terjawab yaitu ketika Gubernur Belanda bertanya kepada sultan Abdul Hamid yang berkunjung ke Makassar pada tahun 1792 (21 Tahun Kemudian) dengan menggunakan perahu Waworada (perahu yang sama digunakan oleh sultan-sultan sebelumnya). Pertanyaan Gubernur Belanda tersebut adalah tentang keadaan Manggarai dan Pemberontakan yang dilakukan oleh Jeneli Sape. Sedangkan dalam beberapa catatan Kuno ketika Manggarai ditaklukan kembali pada tahun 1769 hingga 1792 tidak pernah lagi dibahas/dicatat Catatan Sejarah Yang Tidak Pernah Terungkap Ketika Tim Peneliti melakukan eksplorasi di Manggarai, Tim melakukan interview dengan beberapa warga Reo yang diakui sebagai keturunan Galarang Dara, Galarang Sakuru, Galarang Mange Maci, Galarang Sape, Galarang Wera serta Galarang Santi yang kini mendiami Reo. Data lisan tersebut menjadi data awal peneliti. Atas kesaksian turun temurun tersebut, di Pota terdapat puing ASI POTA, 30 % bangunan fisik masih bias dikenal. 20 % sisa terbakar dan 50 % telah dirubuhkan dan kemudian diatasnya dibangun perkantoran. Pengakuan dari para keturunan Galarang – galarang di Reo, bahwa masih terdapat Naskah Kuno yang merupakan catatan sejarah yang sempat diselamatkan ketika ASI Pota terbakar. Dan yang bertanggungjawab terhadap pemeliharaan Naskah Bima Kuno tersebut adalah dari keturunan Galarang Mangge Maci (hal ini sesuai dengan pernyataan: "…banyak Naskah BO' pernah disusun di Reok pada tahun 1781 atas perintah Wakil Raja Bima di Manggarai, termasuk naskah `Makassar III'…; hal xxxi – xxxii; BO' Sangaji Kai). Catatan naskah Kuno sejarah Bima yang diyakini oleh masyarakat Reo tersebut masih ada. Yang merupakan titik terang untuk mengetahui sejarah berdirinya ASI Pota maupun Tapak Tangan `Kahampa' yang ada di Reo. Termasuk untuk mengungkap identitas keberadaan dan nama asli Makapiri Solo yang juga diyakini oleh masyarakat Reo sebagai orang yang diutus oleh kerajaan Bima kemudian melakukan penimbunan terhadap teluk kendindi yang kemudian menjadi daratan Reo (sebelumnya Reo adalah Reok yang merupakan bagian teluk Ramo). Keberadaan makam para Turelui, para Anangguru, para Bumi maupun para Galarang yang ada di Reo merupakan bukti otentik sejarah yang hingga saat ini belum terkuak. Ketika Sebuah Misteri Terbongkar Rangkuman dibawah ini merupakan asumsi Tim peneliti yang di senergiskan dengan beberapa catatan sejarah yang ada. Baik catatan dari beberapa buku yang ada di Manggarai, Makassar maupun Bima. Dari data serta penjelasan tersebut diatas bahwa daerah Reo merupakan tapak sejarah Mbojo yang diendapkan oleh oknum-oknum tertentu yang tidak ingin menjadikan Manggarai sebagai bagian dari sejarah Bima. Sejarah yang tidak pernah diungkap selama 1969 – 1792 (21 Tahun) dalam berbagai literature sejarah, akan coba kami ungkap sedemikian rupa. Manggarai adalah sebuah pulau yang kemudian disebut sebagai pulau Flores (NTT). Terdapat tapak sejarah Bima didaerah tersebut. Hal ini ditandai dengan adanya ASI Pota Mbojo serta Tapak Tangan Kahampa, ada juga makam-makam kuno yang di yakini sebagai makam para petinggi kesultanan Goa dan kesultanan Bima. Yang lebih identik lagi adalah nama-nama kampong di kec Reo kab Manggarai Tengah menggunakan nama-nama dalam bahasa Mbojo. Misalnya, kampung Bari (Baris), kampung Sigi, kampung Naru, kampung To'I, dll. Bukankah itu adalah sebuah kejelasan adanya keterkaitan antara Bima dan Reo? Namun setelah 21 tahun kemudian (1769-1792) Reo mulai terlupakan. Tidak pernah lagi dibahas dalam catatan Bo' sangaji Kai maupun beberapa buku yang lain. Manggarai diidentikan dengan Donggo, hal itu ketika kita masih mengingat umpatan-umpatan seperti `nggomike pakaro bune dou manggarai', ` sampula nggomike bune dou manggarai'. Dari umpatan tersebut ada kesengajaan sejarah yang tengah diendapkan. Tanpa kita mengetahui kenapa disebut `manggarai ` dalam umpatan-umpatan tersebut. Sebagian para sejarahwan mengatakan bahwa Manggarai adalah tempat pembuangan bagi orang-orang istana kesultanan Bima. Namun dari catatan dan data yang terhimpun, Manggarai hampir sama dengan Tambora, yaitu daerah `mutasi' bagi para petinggi kesultanan yang tidak disukai oleh raja atau mungkin oleh kalangan dalam istana. Jika hal tersebut dibongkar maka aib bagi kesultanan. Sama halnya ketika seminar internasional budaya Mbojo di ruang sidang DPRD Kab Bima pada bulan april 2008 Lalu. Salah seorang narasumber, ahli Naskah kuno dari Universitas Airlangga Surabaya menemukan sebuah catatan hubungan antara kesultanan Bima dengan Kerajaan Malaka (Singapura) pada masa kepemimpinan Sultan Ismail Muhammad Syah (1817-1854). Dalam naskah kuno tersebut dijelaskan bahwa Sultan Ismail pernah melakukan hubungan dagang Opium dan Budak Wanita dengan singapura. Belum selesai dibahas, narasumber lain menyela dan merampas mix yang dipakai oleh narasumber tadi dihadapan para peserta seminar internasional tersebut. Kenyataan lain, bahwa Tapak Tangan `Kahampa' adalah jejak prasasti sejarah Dana Mbojo yang terjadi pada jaman Naka (Jaman Batu). Pada jaman tersebut di Dana Mbojo terdapat kerajaan yang bernama kerajaan KALEPE yang ada di Parado (ilustrasi kerajaan Kalepe baca artikel, Dou Mbojo Atau Dou Bima Kah Kita?). Puing-puing bangunan kerajaan Kalepe tersebut masih ada sampe sekarang, namun catatan sejarahnya tidak pernah ditulis atau dipublikasikan karena berkaitan dengan keberlangsungan kesultanan Bima. Beberapa Budayawan muda local Bima yang berangkat untuk meneliti keberadaan istana kerajaan Kalepe di Parado dilarang oleh Camat Parado dengan alasan yang tidak jelas. Tapak Tangan Kahampa secara historiografi merupakan prasasti jaman Batu (masa Naka; belum mengenal baca dan tulis). Namun beberapa sumber menjelaskan bahwa Tapak tersebut adalah tapak tangan Sultan Bima dalam rangka symbol persaudaraan antara Bima-Goa-Manggarai. `Kahampa' diartikan bahwa `hanya sampai disini pertumpahan darah antara masyarakat Goa-Bima-Manggarai terjadi' Hingga tulisan ini diturunkan, Kami (TSC-Makassar) sedang dalam proses pengumpulan data akhir serta perangkuman penelitian untuk dijadikan Buku. Insyaallah buku yang kami beri Judul ASI POTA & TAPAK KAHAMPA `Sebuah Misteri Tapak Sejarah Mbojo Yang Belum Terungkap'. Akan kami Louching pada penutupan HUT Dana Mbojo ke 367 (5 Juli 2008). Semoga buku tersebut bermanfaat dan menjadi perangkai sejarah Mbojo yang terbengkalai selama ini. Sebab ada kesan bahwa buku BO' Bicara Kai (catatan Ruma Bicara atau perdana Menteri) sengaja diendapkan oleh pihak kesultanan untuk menutupi beberapa aib yang pernah terjadi dalam sejarah Bima. Karena sesuatu yang tidak mungkin apabila BO' Sangaji Kai yang sama tempat penyimpanannya dengan BO' Bicara Kai, selamat dari peristiwa ASI Mbojo terbakar pada tahun 1920-an. Sedangkan BO' Bicara Kai tidak terselamatkan. Terima Kasih

Read »

Stuktur Sosial Masyarakat Adat Mbojo

Pangkat dan Gelar Kesultanan Bima

Pangkat dan Gelar Kesultanan Bima, Dalam Kehidupan Sosial masyarakat Bima mengenal stratifikasi atau lapisan Masyarakat, yang mana stratifikasi sosial tersebut terbagi atas 4 tingkatan yaitu Raja (ruma), bangsawan, dari dan rakyat biasa, mengutip beberapa sumber Predikat Ruma disandang oleh mereka yang berasal dari keturunan Raja atau Sultan Bima (Londo Sangaji), yang termasuk dalam golongan ini adalah mereka yang pernah menjadi Raja, Permaisuri, Anak, keluarga keatas dan kesamping dari silsilah. itulah yang di sebut londo ruma atau sangaji (keturunan raja). sebagai catatan bila seorang raja atau anak raja menikahi wanita dari golongan lain maka stratifikasi wanita tersebut berubah menjadi ruma.

Kelas bangsawan adalah mereka yang berasal dari golongan dibawah raja, mereka adalah pejabat tinggi kerajaan atau kesultanan. umumnya mereka di panggil Dae atau’Dae yang ikuti dengan nama yang bersangkutan. dismping keturunan para pejabat dan abdi kerajaan, penyebutan Dae juga diberikan pada mereka yang memiliki kemampuan tertentu sebagai bentuk penghormatan misalnya pada guru maupun pejabat.

Golongan ‘Dari’ adalah mereka yang awalnya dari kelas masyarakat biasa namun kemudian diangkat tuk bekerja sesuai keahlian dan kemampuan tertentu, Dari dianggap sebagai golongan masyarakat tersendiri yang biasanya diangkat bekerja sebagai pegawai rendahan, pesuruh maupun tukang didalam maupun diluar Istana.

Beberapa Pangkat dan Gelar Kesultanan BimaCatatan:
Daftar ini memuat pangkat dan gelar Bima dalam jumlah terbatas saja. Sara Sara Tua, dan Sara Hukum adalah ketiga badan yang membentuk Majelis Adat Dana Mbojo.

Ama Ka’u, gelar anak lelaki dari bangsawan tinggi, bila ayahnya bangsawan tinggi dan ibunya bangsawan tinggi juga atau setingkat lebih rendah dari ayahnya.; lih. Ina Ka’u.

Anangguru, pangkat menengah; dicatat disini para anangguru yang menjadi anggota Majelis Adat, atau kepala satu kelompok masyarakat lain dari satu dari (para anangguru  kepala dari dapat di lihat dalam daftar dari) 
Anangguru Kapitan, Perwira sepasukan lasykar yang khusus memakai senapan.

Anangguru Latunang,  perwira sepasukan lasykar bersenapan; pangkatnya setingkat lebih rendah dari anangguru capital.

Anangguru Mangaji, kepala dari mangaji ; ada dua : tua dan sampela, kedua-duanya anggota sara hukum

Anangguru Mantero (kepala para matros kapal atau para kelasi perahu).

Anangguru Mbodane’e (mengepalai semua Anangguru Mboda)

Anangguru Mbodasambicarakai
, kepala pesuruh raja bicara .

Anangguru Mpa’a, petugas yang mengurus tari-tarian istana (pria dan wanita) terutama yang bernilai klasik

Anangguru Robo, kepala dari marbot yang memilihara mesjid kerajaan .

Anangguru sape, Anggota anggota sara tua.

Anangguru Sumpi, perwira yang memimpin lasykar bersumpit ; ada dua, yakni  AS Bolo dan Mbojo; kedua-duanya anggota sara tua.

Anangguru Wera, Perwira lasykar dari wera.

Bata Dadi, pengurus sawah sultan

Bata Jero, angkat ertukangamn ;bawahan bumi jero.

Bata Juru, pesuruh di istana; pembantu syahbandar

Bata  Kangonga; pengawal rumah Raja Bicara

Bata Nggampo, pengawal dan pesuruh di istana .

Bilal mesjid raya  Bima
, sebanyak 8 orang, anggota sara hokum

Bumi Bajangkara, pengawal istana

Bumi Baralau, pengawal istanaberpangkat perwira.

Bumi Batambani, pengawal Istana

Bumi Cendawa, pejabat bertugas di bidang obat bedil dan masalah percampuran obat , ia termasuk dalam dari Ndora.

Bumi cenggu, pejabat yang mewakili  masarakat cenggu dan sekitar di dalam Mjelis Adat .

Bumi Jara
, Bupati pasukan berkuda ;ada tiga, yakni BJ Bolo, Mbojo, dan Nggampo mereka  adalah  anggota sara – sara.

Budi Jara Tolotui, pengurus tanah garapan  di seeebelah barat dan timur teluk bima; ada dua, yakni BJT  bolo (yang mengurus tanah di sebelah barat teluk yaitu wilayah bolo dan donggo ) dan BJT Mbojo (mengurus tanah di timur teluk ,yaitu wilayah Wera, wawo, sape,rasana’e, na’e).

Bumi Jero, kepala perrtukangan.

Bumi Karombi, kepala pertukangan.

Bumi Keli
, anggota sara sara; di bawahnya Bumi Ncawu keli bertugas dalam masalah tukang kayu dan mengawasi hutan jati di keli dan sekitarnya (termaksud tololai)

Bumi Lawiu, anggota sara tua

Bumi Luma, pangkat tinggi dalam majelis adat : ada tiga , yakni BL Rasana’e (ketua sara tua).

Bumi Nata
, anggota sara sara , mewakili daerah Nata dan sekitarnya.

Bumi Ncandi, anggota sara sara, mewakili daerah Ncandi dan sekitarnya.

Bumi Ncawu Keli, lih. Bumi Keli.

Bumindora, mengurus masalah kesejantaan kerajaan bima,di atas bumi cendawa;anggota sara tua

Bumi nggampo, mengurus/menyatukan para anggota sara tua yang tak berwilayah di dalam majelis adat

Bumi Nggeko, perwira tertinggi bagi para pengawai istana ;anggota sara tua

Bumi Ngeko, perwira yang mengurus kelasyaran kerajaan bima; ada Dua, yakni BN Bolo dan mbojo ;mereka anggota sara tua.

Bumi Pabise, pengurus kelasykaran laut serta para kelasi dan matros,di bawah perintah bumi renda ; ada dua , yakni BP bolo dan mbojo; mereka anggota  sara tua.

Bumi Pajuri, mengurus para prajurit lasykar; anggota sara tua.

Bumi Pareka, pembantu bumi rendah dalam mengurus dan mengatur lasykar; ada Dua, yakni BP Bolo dan Mbojo; anggota sara tua.

Bumi Parise, penjabat rendah yang mengurus  permainan parise,yaitu permainan ketangkasan dari orang-orang manggarai yang sudah di bebaskan dan biberi tanah pertanian dan kampungf di buncu[kejenelian sape].

Bumi Parisi, penjabat tinggi rendah yang bertugas sebagai sekretaris dan juru bicara kerajaan, sebagai bawahan raja bicara; ada tiga Bolo, Mbojo dan Kae; BP Kae jarang di angkat, dan selalu di perbantukan pada bumi parise yang lain, atau bertindak sebagai juru bahasa di pelabuhan; BP Bolo dan Mbojo itulah yang di sebut dalam bo’ sebagai juru tulis bicarakai;mereka pada umumnya berasal dari keturunan melayu {dari paranaka} dan menjadi sara tua.

Bumi partiga
, petugas di istana; anggota sara tua.

Bumi Punti, petugas di istana; anggota sara tua.

Bumi Renda, pimpinan tertinggi lasykar kerajaan merangkap jaksa;anggota sara tua.

Bumi Roka, anggota sara tua.

Bumi Rompo, anggota sara tua;mewakilin masyarakat rompo dan sekitarnya.

Bumi sakuru, pangkat pertukangan kayu;anggota sara tua.

Bumi sambanta, anggota sara tua.

Bumi Sampoi
, pimpinan kelompok gendang dan silu kerajaan;dibantu oleh jena sampoi.

Bumi Sari, ada, yakni BS mbojo,ntonggu dan sape;mereka adalah anggota sara tua.

Bumi Silu, permain silu kerajaan; ada dua,yakni  BS bolo dan mbojo; mereka dibantu oleh dua peringkat adat lagi, yaitu jena silu mbojo dan jena silu bolo.

Bumi Tente
, pangkat menengah;anggota sara tua.

Bumi Tingincai, pangkat rendah di bawah bumi rendah,bertugas mencanangkan berita-berita darurat{menjaga kebakaran,kebanjiran dan bahaya-bahaya lain];juga dengan anak buahnya menjadi algojo.

Bumi tonggorisa, pangkat menengah;anggota sara  tua.

Bumi waworada,pangkat menengah;anggota sara tua.

Cepeweki, pangkat rendah yang bertugas mengawai  tanah pada suatu area.

Imam, anggota sara hukum.

Ina ka’u, gelar anak perempuan dari bangsawan tinggi,yang terlahir dari ayah bangsawan tinggi dari ibu sederajat atau setidak-setidaknya bangasawan menengah;lih ama ka’u.

Ince, nama panggilan [bukan gelar] dari orang keturunan melayu {mly;encik].

Jena, pangkat rendah; setiap jena berada di bawah perintah seorang bumi.

Jena Jara Otuteru, bintara pasukan berkuda;tugasnya membuat tempat makanan kuda;waktu luangnya bertugas  menjaga  istana.

Jena Luma,
pembantubumi luma dan kepala dari sajena luma;ada Dua; yakni Jl Bolo dan mbojo; mereka anggota sara tua.

Jena Mone Na’e, kepala dari sejumlah nenti mone{pengawai istana};anggota sara tua.

Jena Sampoi, pembatu bumi sampoi,anggota rombongan music istana.

Jena Silu, pembantu bumi silu;kedua jena silu yang tertinggi ,yakni  js bolo dan mbojo,membawahi  jena silu yang lain,yang banyak jumlahnya.

Jena Sumpi, bawahan bumi sumpi  dalam kesatuan kelasykaran kerajaan{suba}.

Jena Teke, sultan muda.

Jeneli, salah satu pangkat tertinggi dalam pemerintahan  bima;masing-masing  jenelis bertugas memerintah satu wilayah atau Kejenelian [yang di sebut dalam nama pangkatnya]; pada asalnya ada sepuluh jeneli,yakni jeneli  Belo, Bolo, Donggo, Monta, Parado, Rasana’e, Sape, Wawo, Wera dan Woha; satu kejenelian baru,yaitu jeneli kare,tercipta setelah kerajaan sanggar bergabung dengan bima pada tahun  1928.

Kadi[Qadli], pimpinan sara hokum.

Khatib, ada empat khatib yang  menjadi anggota sara hokum ,yaitu khatib tua , karoto, lawili,dan To’i

Lebe, ada delapan belas lebe yang menjadi anggota sara hokum ,yaitu lebe dalam  Talabiu, Sape, Sila, Ngali,Wera, Wawo, Sakuru, Teke, Dena, Sumi, raba keli,Parado, Karumbu, Cenggu, Raba [Raba Ngodu] dan Mbawa.

Mboda, pangkat rendah;pesuruh,khususnya pesuruh raja bicara.

Ncawu Lati, pejabat rendah di dawah peringkat jena;tetep bertugas di istana.

Nenti Mone, pengawai di istana  berpangkat  rendah;banyak jumlahnya; nenti mone Goa  dan menti mone kaluku  berasal dari goa; semua nenti mone di pimpin oleh nenti Mone  Na’e  dan di kepalai oleh Ompu To’i.

Nentirasa, kepala dusun.

Ompu To’i, kepala urusan dalam istana.

Pata Asi, petugas urusan dan istana, bawahan Ompu To’i.

Patarasa. Kepala  dusun.

Raja Bicara, pangkat perdana menteri;di sebut demikian saja kalau tidak merangkap sebagai tureli nggampo.

Sahbanda, penguasa pelabuhan.

Tonda, pesuruh,khususnya pesuruh jeneli.

Tureli, salah satu pangkat tertinggi dalam pemerintahan Bima. Boleh di samakan dengan menteri;ada tujuan tureli,semuanya menjadi anggota sara sara, yaitu Belo, Bolo, Donggo, Sarado, Sakuru, Woha, serta Tureli Nggampo, yang berjabat sebagai ketua semua tureli, perdana menteri, dan Ketua sara sara.
Read »

Rimpu,Pakaian Adat Bima

Rimpu, Pakaian Adat Bima
 Pakaian Adat Masyarakat Bima yang hampir punah

     Salah satu peralatan dan perlengkapan hidup yang sangat diperhatikan oleh masyrakat Bima adalah “kani ro lombo” (pakaian). Pengadaan pakaian harus berpedoman pada adat shahih (adat yang baik). Cara berpakaian, warna, bentuk serta jenisnya tidak boleh bertentangan dengan nilai dan hormat adat Bagi
Masyarakat Bima pakaian merupakan salah satu kebutuhan yang mendasar bagi masyarakat. Fungsi utamanya adalah untuk menutup aurat, memilihara kesehatan, sebagai symbol status sosial dan untuk menambah kewibawaan bagi si pemakai.

     Tata cara berpakaian, bentuk serta warna dan seni aksesorisnya harus sesuai dengan etika dan estetika masyarakat . Pakaian harus harus diperoleh dengan cara halal, bukan dengan cara yang dilarang oleh agama atau yang haram. Pakaian yang memenuhi persyaratan seperrti itulah yang dinilai “kani ro lombo ma ntika raso” (pakaian yang indah dan bersih) oleh masyarakat.

     Bentuk dan warna pakaian beserta kelengkapannya mengundang nilai luhur lagi mulia, harus mampu disosialisasikan oleh si pemakaianya. Karena menurut norma adat antara pakaian dan si pemakai harus sesuai dengan bunyi ungkapan “raso ro ntika si kani ro lombomu, karaso ro ntikapu ade ro itikamu”, secara singkat makna dari ungkapan itu adalah “kalau anda memakai pakaian yang indah dan bersih, maka anda harus pula membersihkan nurani dan itikadmu”.

    Bima merupakan salah satu Kerajaan islam tersohor di Indonesia bagian Timur. Kesohorannya hingga pernah berstatus swapraja selama kurun waktu 5-6 tahun dan hingga kini masih didapati bukti dan peninggalannya. Beragam tradisi dan budaya terlahir dan masih dipertahankan rakyatnya. Salah satu yang hingga kini masih kekal bahkan terwarisi adalah budaya rimpu, sebuah identitas kemusliman yang hingga kini nyaris kehilangan makna.

    Rimpu merupakan busana adat harian tradisional yang berkembang pada masa kesultanan, sebagai identitas bagi wanita muslim di Bima. Rimpu mulai populer sejak berdirinya Negara Islam di Bima pada 15 Rabiul awal 1050 H bertepatan dengan 5 Juli 1640.
Masuknya rimpu ke Bima amat kental dengan masuknya Islam ke Kabupaten bermotokan Maja Labo Dahu ini. Pedagang Islam yang datang ke Bima terutama wanita Arab menjadi ispirasi kuat bagi wanita Bima untuk mengidentikkan pakaian mereka dengan menggunakan rimpu.

    Menurut sejarawan Bima, M. Hilir Ismail, keberadaan rimpu juga tak lepas dari upaya pemerintah (masa Sultan Nuruddin) untuk memanfaatkan kain sarung atau kain tenun Bima yang sudah lama dikenal bahkan menjadi komoditi perdagangan dunia yang sangat laris sekitar abad 13 lampau. Sebab, pada masa itu, dou mbojo memanfaatkan melimpahnya tanaman kapas untuk dijadikan kain tenun yang menjadi komoditi perdagangan yang terjual hingga ke negeri Cina. Sejak saat itu, semua wanita yang sudah akil baliq diwajibkan memakai rimpu apabila hendak bepergian meninggalkan rumah dan keluarganya untuk sesuatu urusan. Kalau tidak, berarti sudah melanggar hukum agama dan adat pada saat itu. “Hukumannya lebih kepada hukuman moral. Orang yang melanggar dengan sendirinya akan merasa malu”, ujarnya.
Keeratan hubungan rimpu dengan perkembangan islam pada masa itu tampak jelas. Dari keterangan pelaku sejarah, wanita Bima yang hidup pada masa itu memandang tersingkapnya aurat mereka sebagai aib. Siapapun lelaki baik sengaja atau tidak melihat aurat mereka, pria tersebut harus menikahinya. “Dengan tersingkapnya betis saja, wanita zaman dulu sudah merasa malu dan segera minta nikah. Mereka menganggap itu sebagai aib terhadap wanita,” . Nur Farhaty Ghani Forum Perempuan (Forpuan) Bima.
Rimpu merupakan busana yang terbuat dari dua lembar sarung yang bertujuan untuk menutup seluruh bagian tubuh. Satu lembar untuk mernutup kepala, satu lembar lagi sebagai pengganti rok. Sesuai penggunaannya, rimpu bagi kaum wanita di Bima dibedakan sesuai status. Bagi gadis, memakai rimpu mpida—yang artinya seluruh anggota badan terselubung kain sarung dan hanya mata yang dibiarkan terbuka. Ini sama saja dengan penggunaan cadar pada kaum wanita muslim.

   Caranya, sarung yang ada dililit mengikuti arah kepala dan muka kemudian menyisakan ruang terbuka pada bagian mata. Sedangkan bagi kaum wanita yang telah bersuami memakai rimpu colo. Dimana bagian muka semua terbuka. Caranya pun hampir sama. Sedangkan untuk membuat rok, sarung yang ada cukup dililitkan pada bagian perut dan membentuknya seperti rok dan kemudian mentangkupkan pada bagian kanan dan kiri pinggang.

      Adanya perbedaan penggunaan rimpu antara yang masih gadis dengan yang telah bersuami, secara tidak langsung menjelaskan pada masyarakat terutama kaum pria tentang status wanita pada zaman itu. Bagi kaum pria terutama yang masih lajang, melihat mereka yang mengenakan rimpu mpida merupakan pertanda baik. Apalagi, jika pria lajang tersebut sudah berkeinginan untuk segera berumah tangga. Dengan sendirinya, pria-pria lajang akan mencari tau keberadaan gadis incarannya dari cara pemakaian sarung.
Di masa saya kecil adat Rimpu ini masih dilestarikan oleh sebagian besar suku mbojo. di kampung saya masih banyak ditemukan wanita yang mengenakan Rimpu ini. Melihat wanita yang mengenakan Rimpu kadang saya bertanya dalam hati,”kenapa perempuan melilitkan sarung di kepala mereka, sebagian mereka ada yang menutup muka dan ada yang ngga’ dan kenapa sarung dililitkan di pinggang?”. Setelah saya mengkaji dan mempelajarinya ternyata rimpu merupakan adat dan budaya islam suku bima sebelum munculnya jilbab. Dari sinilah penulis mengetahui bahwa tradisi islam telah mempengaruhi polapikir dan tingkah laku suku Bima.

    Dalam patu mbojo juga terdapat pantun-pantun yang menurut saya pantun ini sangat erat kaitannya dengan masuknya islam di bima dan ini merupakan bukti bahwa islam telah mempengaruhi pikiran, pola hidup dan tingkah laku orang bima atau dou mbojo.
diantaranya adalah: maja labo dahu (malulah dan takutlah), maja dan dahu yang dimaksud di sini adalah hendaklah kaum muslim suku mbojo malu dengan pebuatan yg merusak moral dan yg melanggar syari’at dengan demikian akan lahir keimanan yang kuat, dan ini berdasarkan sabda Rasulullah: "malu itu sebagian dari iman" . dahu, kaum muslim mbojo diperintahkan untuk selalu takut bahwa setiap perbuatan yang dilakukannya ada yang mengawasinya yaitu Allah, dengan rasa takut ini akan lahir kehati-hatian dalam bertingkah laku.
Read »

Sultan Bima ke-16 Dilantik

      
H. Ferry Zulkarnaen, ST (Sultan Bima XVI)
   KETUA Majelis Adat Kesultanan Bima Sara Dana Mbojo atau yang
dikenal dengan Ruma Bumi Partiga yaitu Dr. Hj. St. Maryam M. Salahuddin, SH, MH melantik H. Ferry Zulkarnaen, ST sebagai Sultan Bima ke- XVI  di Museum Asi Mbojo
Prosesi Tuha ro lanti (pelantikan) Bupati Bima sebagai Sultan Bima tersebut dihadiri para Raja dan Sultan, seperti Kesultanan Burnai Darusalam, Sultan Malaysia, para sultan yang tergabung dalam forum Sultan Nusantara, tokoh budaya, Wakil Gubernur NTB H. Badrul Munir, MM, Bupati dan Walikota se- NTB.

Ketua Majelis Adat Kesultanan Bima Sara Dana Mbojo, Hj. St Maryam dalam sambutannya mengatakan, upacara adat tuha ro lanti Sultan Bima ke XVI dilakukan untuk melestarikan nilai luhur budaya bangsa, sebagai pembelajaran generasi muda terhadap nilai - nilai kearifan lokal Dana Mbojo, sebagaimana lazimnya acara pelantikan Kesultanan Bima yang dilakukan secara turun temurun. “Pelantikan Sultan Bima ke-XVI ini, lebih bermakna dikemas mirip seperti pelaksanaan yang sesungguhnya tempo dulu dalam bentuk upacara “Tuha Ro Lanti” sehingga masyarakat dapat mengenal peradaban dan adat budaya yang telah terjadi di masa lalu,” jelasnya.

Tujuan pelantikan atau Tuha Ro lanti Ferry Zulkarnaen sebagai Sultan Bima, juga sebagai ajang promosi dan sosialisasi seni budaya daerah Bima serta menumbuhkembangkan atraksi- atraksi seni dan budaya tradisional Bima yang saat ini mulai pudar di tengah - tengah kehidupan masyarakat Bima.

Sementara Wagub NTB, H. Badrul Munir mengatakan, pelantikan Kesultanan Bima ke XVI, merupakan prosesi yang sangat bersejarah yang sungguh tidak mungkin bisa terlupakan oleh sejarah Dana Mbojo. “Atas nama Pemprov NTB memberikan apreasiasi atas terselengggaranya acara pelantikan KesultananBima karena acara seperti ini memberikan nilai sejarah bagi kita semua,”  katanya.
Ucapan selamat dari Sultan Palembang Kepada Sultan Bima
usai prosesi Tuha ro Lanti
Menurutnya, sangat keliru ketika masyarakat tidak melestarikan adat dan budaya. Pelantikan Sultan Bima bisa dijadikan acuan seluruh lapisan masyarakat di wilayah Kabupaten Bima untuk lebih mengenal dan mengetahui sejarah dana Mbojo yang hakiki.

Kata dia, Kesultanan Bima telah memberikan konstribusi begitu banyak untuk bidang pembangunan terlabih lagi konstribusi untuk kemajuan pembangunan peradaban dalam nilai- nilai agama terlebih lagi kemajuan dalam bidang kebudayaan.

“Mari kita bangun kekompakkan secara utuh membangu Dou Labo Dana Mbojo yang lebih maju yang agamais dan memiliki prinsip kehidupan yang selalu menjunjung tinggi etika dan estetika sesuai dengan kultur adat dan budaya yang dimiliki,” harapnya.

Liputan para wartawan, ilustrasi acara Tuha Ro Lanti Sultan Bima yang ke XVI diawali bunyi lonceng dari lere-lere sebanyak 7 kali yang diawali dengan pembacaan Qalam Illahi, setelah itu genderang suara tambu dibunyikan, rombongan Ncuhi memasuki arena menuju puncak (dana Ma babuju) untuk melakukan musyauwarah dan pada saat para Ncuhi mengadakan Musyawarah rombongan “Jena Teke” mulai berangkat dari ASI Serasuba yang diawali empat orang Sere, Kalila, Jena Teke, pasukan suba, perangkat jeneli dan bumi-bumi serta kelaurga.

Pengalungan Selendang dari Kesultanan Demak
Setelah itu, Ncuhi Dara memimpin musyawarah dengan para ncuhi-ncuhi masing- masing Ncuhi Dorowuni, Ncuhi Bolo, Ncuhi Banggapupa, Ncuhi Parewa diatas Dana ma Babuju hingga sampai pada kata sepakat bahwa Jena Teke pantas untuk diangkat mejadi Sultan Bima XVI dan setelah para Ncuhi menyepakati Jena Teke diangkat menjadi Sultan Bima ke XVI.

Selanjutnya, Ncuhi Dara berdiri diatas “Dana Ma Babuju” sembari berteriak kepada masyarakat yang hadir untuk memberitahukan kesepakatan dimaksud. Setelah dibalas teriakan setuju dan sambutan asma Allah secara bergantian oleh masyarakat, dilakukanlah pelantikan Jena Teke untuk menjadi Sultan Bima dengan memasang Mahkota dan keris Samparaja oleh Bumi Partiga
Read »

Prosesi Upacara Adat Bima


   Kota Bima merupakan salah satu kota yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pulau Sumbawa. Letaknya yang strategis menjadikan daerah ini sebagai jalur perdagangan antar-daerah, bahkan menjadi transportasi perdagangan laut internasional. Penduduk Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang menyebar dari seluruh pelosok Tanah Air. Pembentukan masyarakatnya pun lebih dominan berasal dari imigrasi yang dilakukan oleh pendatang yang berasal dari daerah-daerah sekitar seperti Makassar, Bugis dengan mendiami wilayah pesisir Bima. Mereka umumnya berbaur dengan penduduk asli, salah satu caranya dengan melakukan perkawinan dengan gadis-gadis asli Bima. Mata pencaharian penduduknya cukup bervariasi seperti petani, pedagang, nelayan atau pegawai pemerintahan.


Para pendatang ini datang pada sekitar abad XIV, baik untuk berdagang ataupun menyiarkan agama. Dengan beragamnya etnis dan budaya yang masuk ke Bima maka tak mengherankan jika perkembangan agama di daerah ini cukup beragam meski 90 persen masyarakatnya memeluk agama Islam. Masyarakat Bima juga dikenal tetap memegang teguh nilai-nilai kearifan yang sudah tertanam sejak zaman nenek moyang mereka.

Karena mayoritas penduduknya beragama Islam, pola hidup keseharian masyarakatnya berpedoman pada aturan dan syariat Islam, termasuk penyelenggaraan upacara perkawinannya. Berikut adalah urutan upacara perkawinan masyarakat Bima, mulai dari tahapan penjajakan yang dilakukan oleh seorang jejaka terhadap sang gadis sampai acara sesudah prosesi akad nikah.

Tahapan palinga
Merupakan proses awal dari keseluruhan rangkaian tata cara adat di mana seorang jejaka melakukan penjajakan untuk mencari seorang gadis yang akan dijadikan pasangan hidup. Bila dalam tahapan palinga ini ternyata si jejaka menyukai gadis tersebut dan ingin memperistrinya maka dia akan melaporkan hal ini kepada orangtuanya. Untuk mewujudkan keinginan sang anak, pihak keluarga pria akan mengirimkan utusan keluarga yang diberi tugas mencari tahu apakah gadis yang diinginkan anak lelakinya tersebut sudah ada yang punya atau belum. Bila belum ada yang punya dan si gadis bersedia menerima maksud hati sang jejaka yang disampaikan oleh utusannya maka akan dilakukan kesepakatan untuk menentukan kapan saat yang tepat keluarga pihak pria akan datang ke rumah keluarga gadis itu untuk melakukan peminangan secara resmi.

Peminangan,
Pada hari yang telah disepakati sebelumnya, keluarga pihak pria beserta rombongan akan mendatangi rumah sang gadis untuk meminang. Kedua belah pihak keluarga akan mengadakan pembicaraan lebih lanjut untuk dapat berbesan. Bila ternyata dalam pertemuan ini tidak ditemukan kata sepakat maka kedua belah pihak akan menentukan hari, tanggal dan berbagai syarat keperluan adat yang harus dipenuhi oleh pihak keluarga pria menjelang pernikahan.

Upacara malam kapanca
Sehari sebelum hari H, tepatnya pada malam hari sebelum akad nikah, di rumah calon pengantin wanita akan dilakukan acara yang disebut dengan malam kapanca yaitu acara pemberian daun pacar atau inai untuk calon pengantin. Acara ini dilakukan oleh para ibu yang secara bergantikan akan memasangkan lumatan daun pacar pada calon pengantin wanita. Tidak hanya di bagian kuku tetapi juga pada telapak tangan yang jumlahnya harus ganjil, tujuh atau sembilan.

Acara ini dilakukan sambil berzikir yang dimaksudkan untuk memohon restu agar nantinya dalam rumah tangga calon pengantin wanita dapat mendatangkan kedamaian dan memberi kebahagiaan. Dengan adanya tanda merah inai di tangan calon pengantin wanita maka hal ini menandakan bahwa dirinya sudah ada yang punya dan pada esok hari akan segera melangsungkan akad nikah.

Saat upacara kapanca ini, calon pengantin wanita akan dirias layaknya riasan pengantin serta memakai pakaian adat lalu didudukkan di tengah tamu yang hadir. Upacara kapanca ini juga dimaksudkan untuk memberi contoh kepada para tamu, khususnya gadis-gadis yang hadir di malam itu, untuk dapat segera mengikuti jejak calon pengantin wanita mengakhiri masa lajang. Upacara kapanca ini menjadi dambaan para ibu di mana mereka juga mengharapkan agar putrinya kelak dapat segera melewati upacara yang sama.

Sebelum acara malam kapanca, calon pengantin wanita harus terlebih dulu melakukan acara sangongo yaitu upacara mandi uap dengan beraneka rempah dan bunga-bungaan. Setelah itu diadakan acara siraman yang disebut boho oi ndeu. Selanjutnya masih di rumah calon pengantin wanita, akan dilakukan acara cafi ra hambu maru kai yaitu membersihkan, menata dan merias kamar pengantin.

Setelah semua acara selesai dilakukan, termasuk upacara malam kapanca dan acara-acara lainnya, selanjutnya diadakan acara rawa mbojo yaitu semacam nyanyian tradisional masyarakat Bima yang syairnya berupa pantun nasihat untuk calon pengantin sambil diiringi suara alat musik biola. Acara ini biasanya berlangsung sampai pagi menjelang.

Upacara akad nikah
Keesokan harinya pada waktu yang telah disepakati, datanglah rombongan calon pengantin pria ke rumah keluarga calon pengantin wanita disertai dengan ketua adat sebagai juru bicara yang mewakili pihak orangtua. Calon pengantin pria datang sambil diapit oleh dua orang pendamping yang membawa berbagai perlengkapan menurut aturan adat berupa mahar yang sebelumnya telah disepakati.

Sebelum rombongan keluarga calon pengantin pria masuk ke dalam rumah, mereka akan dihalangi oleh sekelompok ibu-ibu dari pihak keluarga pengantin wanita yang membawa sebatang galah bambu. Acara ini disebut upacara tapa gala di mana calon pengantin pria tidak diperbolehkan masuk ke rumah calon istrinya dengan mudah.

Beberapa orang ibu memegang sebatang bambu yang panjang dan kuat untuk menghalanginya. Rombongan calon pengantin pria harus mampu melewatinya. Pada saat inilah terjadi dorong-mendorong antara kaum ibu dari pihak pengantin wanita dengan kaum ibu dari pihak pengantin pria. Pada akhirnya aksi dorong-mendorong ini akan dimenangkan oleh ibu-ibu pihak pengantin pria.

Selanjutnya, pihak pengantin pria juga harus memperlihatkan kemampuannya dalam bermain gentao atau memainkan pedang. Setelah semuanya bisa dilalui barulah rombongan pengantin pria dipersilakan memasuki rumah untuk melakukan upacara akad nikah.

Acara tokencai
Acara tokencai ini dilakukan setelah upacara akad nikah selesai dilaksanakan. Pengantin pria datang menuju kamar pengantin untuk menjemput sang istri. Sebelum masuk, dia harus terlebih dahulu mengetuk pintu kamar dan terjadilah acara saling berbalas pantun. Pintu kamar akan dibukakan bila pengantin pria bersedia memberikan hadiah atau sejumlah uang yang besarnya telah ditentukan oleh ina ru’u atau perias pengantin.
Read »

Spanyol Cuma Menang Tipis, Ini Alasan Del Bosque

MALABO - Spanyol hanya mampu menang tipis atas Equatorial Guinea dengan skor 1-2 dalam laga persahabatan di Nuevo Estadio de Malabo, Minggu (17/11/2013) dini hari WIB. Pelatih La Furia Roja, Vicente del Bosque pun memberikan alasannya.

Dengan lawan yang hanyalah tim berada di urutan ke-119 dunia, tentu bukan lawan sepadan untuk Spanyol. Namun, Spanyol yang menjadi negara pertama di luar Afrika Selatan yang bermain di Malabo hanya mampu mencetak dua gol saja.

Dua gol Spanyol masing-masing dicetak oleh Santi Cazorla dan Juanfran, sementara satu gol tuan rumah diciptakan Jimmy Bermudez. Del Bosque akui bahwa anak asuhnya kalah fisik dari lawannya kali ini.

"Itu pertandingan yang sulit, mereka memiliki kekuatan fisik dan tidak membiarkan kami bermain dengan leluasa," ungkap Del Bosque sebagaimana dilansir oleh Marca, Minggu (17/11/2013).

"Kami tidak ingin meladeni permainan keras lawan, namun kami ingin menerapkan gaya main seperti biasa dan kadang permainan kami terhambat," sambung pelatih yang baru saja memperpanjang kontraknya hingga 2016.

Del Bosque juga menyampaikan bahwa Xabi Alonso mengalami cedera cukup serius hingga harus ditarik keluar pada menit ke-43."Xabi mengalami sedikit mengalami benturan dan mengeluh kesakitan, namun tampaknya itu cukup serius," katanya.

Selanjutnya Spanyol akan melakukan pertandingan melawan Afrika Selatan di FNB Stadium, Selasa (19/11/2013).
Read »

Fotoku































Read »

Bale: Ronaldo Permudah Segalanya

Bale: Ronaldo Permudah Segalanya
        Di mata Bale pribadi, mega bintang Madrid dan tim nasional (timnas) Portugal itu dianggap pemain terbaik di dunia. Buat winger berbanderol 86 juta poundsterling ini, segala hal di lapangan dibuat lebih mudah jika hadir Ronaldo bersamanya.

“Ketika Anda bermain dengan pemain terbaik di dunia, tentu membuat hidup (permainan) Anda lebih mudah,” ungkap Bale usai melakoni tugas timnas bersama Wales menjamu Finlandia di laga persahabatan dini hari tadi.

“Dan bermain bersamanya serta segenap tim merupakan hal luar biasa buat saya dan saya menikmati setiap menitnya. Memang start saya sedikit lambat dengan tanpa mengikuti (laga-laga) pra-musim dan bergelut dengan cedera. Tapi sekarang saya sudah mulai ‘nyetel’ dengan sangat baik bersama tim,” tambahnya.

Bale juga mengaku sangat terbantu dengan rekan-rekan barunya di skuad El Real, yang tak segan memberi banyak bantuan guna mempercepat penyesuaian dirinya, baik di dalam maupun di luar lapangan. Progres Bale dalam hal mempelajari bahasa Spanyol juga terbilang lebih baik dari hari ke hari.

“Semua orang di klub, sangat membantu saya. Para pemain amat ramah dan membuat saya nyaman. Saya mulai bisa memainkan permainan saya sendiri dan menikmati kehidupan saya di Madrid,” sambung Bale, seperti diwartakan Football-Espana, Minggu (17/11/2013).

“Saya sudah bisa sedikit bahasa Spanyol dan saya belajar dengan seksama. Yang terpenting juga, saya harus tetap fokus pada sepakbola dan sisanya menyusul belakangan. Saya mulai belajar sedikit demi sedikit dan mengenal beberapa kata – tapi saya rasa tetap butuh waktu lebih lama lagi (untuk berbahasa Spanyol),” tuntasnya.
Perlahan, performa Gareth Bale bisa dikatakan mulai menanjak bersama Real Madrid. Si pemain pun mulai menikmati tiap menit berseragam Los Blancos di tengah lapangan. Apalagi ketika Bale bisa berdampingan dengan Cristiano Ronaldo di barisan serang Madrid.
Read »

"Jika Messi Menangi Ballon d'Or, Saya Akan Tertawa"



BARCELONA - Peluang Lionel Messi menambah koleksi trofi Ballon d’Or nya tahun ini mulai menciut menyusul performanya yang mulai menurun. Meski demikian, rekan setimnya, Gerard Pique tetap meyakini Messi punya peluang besar untuk menyabet titel Ballon d’Or kelimanya.

Messi memang tampil impresif musim lalu di mana dia sukses membawa Barcelona menjuarai La Liga dan mencetak 60 gol dari 50 laga yang dilakoninya. Namun, di musim ini Messi mulai mengalami penurunan performa.

Badai cedera kerap mendera pemain yang tampil sebagai peraih Ballon d’Or dalam empat tahun terakhir. Terkini, Messi untuk kali ketiga harus masuk ruang perawatan lantaran cedera otot paha atau hamstring. Imbasnya, La Pulga baru mengemas 14 gol dari 16 laga yang dimainkannya di semua ajang musim ini.

Problematika cedera ini disebut-sebut bisa menggagalkan peluang Messi merebut trofi Ballon d’Or tahun ini. Terlebih, dua pesaing kuatnya Cristiano Ronaldo dan Franck Ribery terus menunjukkan performa konsisten bersama klubnya masing-masing.

Menyikapi hal ini, Pique yang mengaku fan Messi menilai rekan setimnya itu tetap punya peluang besar untuk merebut trofi individu paling bergengsi di dunia.

“Leo tidak pernah bisa disingkirkan (dari persaingan). Ini pemilihan di mana orang-orang yang memilih. Dia sudah menang empat kali dan memenangkan penghargaan dari seluruh dunia,” tutur Pique sebagaimana dikutip Mundo Deportivo, Jumat (15/11/2013).

“Jika dia menang, saya akan tertawa lebar. Saya adalah fan Leo, dan saya selalu mengatakan itu. Jika kita mengevaluasi performanya tahun ini, lagi, dia tetap spektakuler,” sambungnya.

“Saya tidak mengatakan bahwa Cristiano (Ronaldo) tidak melakukan yang terbaik atau mengecilkan peluang Ribery,” tandasnya.
Read »

Copyright © Kreasi Anak Reggae

Designed by