Kumpulan Adat Wawo Bima

Uma Lengge Wawo


Kompleks uma Lengge Tahun 1933

Kompleks Uma Lengge yang berlokasi di desa Maria Utara Wawo Bima sudah sangat dikenal. Para wisatawan domestic maupun mancanegara sering berkunjung ke areal lebih kurang satu hektar tempat bangunan rumah tradisional Bima ini berdiri mengawal perubahan zaman. Uma Lengge dan Jompa yang ada di lokasi ini mengundang perhatian setiap orang untuk mengunjunginya. Pada masa lalu, padi disimpan di Uma Lengge atau Uma Jompa untuk kebutuhan satu tahun.

Penempatannya yang terpisah dengan rumah tinggal penduduk konon dimaksudkan untuk mencegah efek domino yang merugikan apabila terjadi bencana kebakaran. Dengan demikian, apabila rumah tempat tinggal penduduk terbakar, maka padi yang disimpan di dalam Uma Lengge atau Uma Jompa tidak akan ikut terbakar, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itulah, kompleks Uma Lengge di Desa Maria dibangun agak jauh dari pemukiman penduduk.
Ada beberapa atraksi unik yang dapat anda saksikan di kompleks Uma Lengge. Atraksi ini telah menyatu dengan kompleks ini disamping upacara Adat Ampa Fare yang rutin dilaksanakan seusai panen.Berikut beberapa atraksi kesenian unik di kompleks Lengge Wawo yang biasa disuguhkan untuk para wisatawan

Ntumbu

Atraksi ini dikenal juga dengan Adu Kepala. Merupakan tarian tradisional masyarakat Desa Ntori kecamatan Wawo yang sudah ada sejak abad ke-15. Konon pada zaman dahulu, ada dua laki-laki yang berkelahi namun tidak ada yang kalah dan yang menang. Mereka tidak mempan oleh senjata. Mereka pun mencari cara lain yaitu dengan adu kekuatan kepala (Ntumbu). Sejak saat itulah Ntumbu berkembang menjadi sebuah seni tari tradisional yang memperkaya khasanah budaya Bima.
    Tari Wura Bongi Monca


Tarian ini merupak welcome dance. Sebuah tarian penyambutan dengan menabur beras kuning kea rah para tamu sebagai ungkapan selamat datang. Menurut falsafah masyarakat Bima, kunjungan tamu merupakan berkah bagi rakyat dan negeri. Ada secercah harapan, kegiatan kunjungan tersebut aman, lancer dan sukses serta mendapatkan ridho Allah SWT
.
 Tari Wura Bongi Monca

Atraksi ini dimainkan oleh dua orang laki-laki dengan bersenjatakan pedang. Dengan mengandalkan kemampuan memainkan pedang,menangkis, dan menyerang satu sama lain, para pemain diiringi alunan music tradisional Bima yang terdiri dari gendang, gong dan serunai. Konon, pada zaman dahulu ketika seseorang hendak ke medan perang, ada seorang perempuan yang mereka panggila Manca yang khsusu menyerahkan pedang. Manca berarti bibi. Mereka yakin bahwa setelah pedang itu disimpan dan diserahkan oleh bibi itu, mereka akan menang.

Tari Sampela Ajo Honggo
 
Tarian ini melukiskan kebiasaan para gadis di desa Maria Wawo di masa silam. Dengan pakaian khasnya, mereka berjalan menuju sebuah mata air Oi Wobo dan Oi Wontu untuk mengambil air, mandi dan mencuci. Mereka membawa Roa Dana( Tempayan yang terbuat dari tanah liat). Di dalamnya terdapat Cabai hutan, kemiri, serta potongan mangga muda yang telah dikeringkan yang nantinya semua bahan-bahan tersebut dicampur untuk dijadikan shampoo. Itulah sebabnya pada zaman dahulu, para gadis desa Maria rata-rata memiliki rambut hitam dan panjang terurai. Mereka bercengkerama serta bercanda ria di dekat mata air itu. Untuk menjaga diri, mereka dibekali dengan dengan beberapa ilmu bela diri seperti Gantao, manca, buja kadanda dan permainan keris.

Rawa Mbojo

Salah satu jenis music vocal yang diiringi Biola dan Gambo( sejenis Gambus khas Bima). Syair lagu yang dinyanyikan berisi pantun-pantun Bima yang penuh dengan nasehat, petuah dan kadang disampaikan dengan penuh jenaka.  Rawa Mbojo hampir merata di seluruh wilayah Bima. Yang membedakan adalah ritme dan syair pantun yang dilantunkan oleh para penyanyinya. Biasanya penyannyinya adalah seorang perempuan yang sangat mahir berpantun. Kemudian pantun itu berbalas dengan pemain biola atau gambo yang juga ahli bernyanyi Rawa Mbojo.
Salah satu seni budaya Mbojo yang merupakan ajang hiburan masyarakat tempo dulu adalah Rawa Mbojo. Seni ini adalah salah satu media penyampaian pesan dan nasehat yang disuguhkan terutama pada malam hari saat-saat penen sambil memasukkan padi di lumbung. Senandung Rawa Mbojo yang di-iringi gesekan Biola berpadu dengan syair dan pantun yang penuh petuah adalah pelepasan lelah dan pembeli semangat kepada warga yang melakukan aktifitas di tiap-tiap rumah. Sebagai selingan, dihadirkan pula seorang pawang cerita yang membawakan dongeng-dongeng yang menarik dan penuh makna kehidupan.

Syair dan senandung Rawa Mbojo didominasi pantun khas Bima yang berisi nasehat dan petuah, kadang pula jenaka dan menggelitik. Ini adalah sebuah warisan budaya tutur yang tak ternilai unuk generasi. Dalam Rawa Mbojo terdapat beragam lirik yang dikenal dengan istilah Ntoro. Ada Ntoko Tambora, Ntoko Lopi Penge, dan Ntoko lainnya. Tiap Ntoko memiliki khas masing-masing. Misalnya Ntoko Tambora dilantunkan dalam syair dan irama yang mengambarkan kemegahan alam. Ntoko Lopi Penge mengambarkan suasana laut dan gelombang. Syair dan pantun yang dilantunkan pun dikemukakan secara spontan sesuai keadaan. Itulah kelebihan dari para pelantun Rawa Mbojo. Meskipun tidak bisa membaca dan menulis, namn mereka sangan pawai melantunkannya secara spontanitas.

Tari Sagele



Sagele dan Arugele adalah tarian dan nyanyian yang berhubungan dengan tanam dan panen. Oleh karena itu, atraksi seni ini biasa digelar di sawah dan huma ketika mulai menanam maupun pada saat panen. Tarian dan nyanyian Arugele dibawakan oleh 6 sampai 8 orang perempuan baik dewasa maupun para gadis. Sambil menyanyi mereka memegang tongkat kayu yang ujungnya telah dibuat runcing dan ditancapkan ke tanah. Mereka berbaris dan melakukan gerakan menancapkan kayu yang diruncingkan itu kemudian menaburkan butir-butir padi, jagung atau kedelai ke tanah yang telah mereka lubangi dengan kayu runcing tadi. Sementara kaum lelaki mengikuti alunan langkah mereka untuk merapikan dan menutup kembali tanah yang telah ditaburi bibit tadi.

 Hadrah Rebana

Jenis atraksi kesenian ini telah berkembang pesat sejak abad ke-16. Hadrah Rebana merupakan jenis atraksi yang telah mendapat pengaruh ajaran islam. Syair lagu yang dinyanikan adalah lagu-lagu dalam bahasa Arab dan biasanya mengandung pesan-pesan rohani. Dengan berbekal 3 buah Rebana dan 6 sampai 12 penari, mereka mendendangkan lagu-lagu seperti Marhaban dan lain-lain. Hadrah Rebana biasa digelar pada acara WA’A CO’I (Antar Mahar), Sunatan maupun Khataman Alqur’an. Hingga saat ini Hadrah Rebana telah berkembang pesat sampai ke seluruh pelosok. Hal yang menggembirakan adalah Hadrah Rebana ini terus berkembang dan dikreasi oleh seniman di Bima. Dan banyak sekali karya-karya gerakan dan lagu-lagu yang mengiringi permainan Hadrah Rebana ini.
Semua atraksi kesenian dan tari-tarian ini oleh Pemerintah Kota Bima selalu di gelar pada setiap perayaan hari-hari besar daerah, propinsi dan nasional bahkan untuk menyambut para tamu-tamu pemerintahan, wisatawan dan kegiatan-kegiatan ceremonial lainnya yang terpusat di Paruga Nae (tempat khusus pagelaran seni budaya dengan arsitektur khas tradisional rumah adat Bima).

Atraksi Gantao

Jenis tarian ini berasal dari Sulawesi Selatan dengan nama asli Kuntao. Namun di Bima diberi nama Gantao. Atraksi seni yang mirip pencak silat ini berkembang pesat sejak abad ke-16 Masehi. Karena pada saat itu hubungan antara kesultanan Bima dengan Gowa dan Makasar sangat erat. Atraksi ini dapat dikategorikan dalam seni Bela diri (silat), dan dalam setiap gerakan selalu mengikuti aturan musik tradisional Bima (Gendang, Gong, Tawa-tawa dan Sarone). Pada zaman dahulu setiap acara-acara di dalam lingkungan Istana Gantao selalu digelar dan menjadi ajang bertemunya para pendekar dari seluruh pelosok, hingga saat ini Gantao masih tetap lestari detengah-tengah masyarakat Bima dan selalu digelar pada acara sunatan maupun perkawinan)
Read »

Copyright © Kreasi Anak Reggae

Designed by