Saat anak dilahirkan, ia sudah dibekali Tuhan dengan struktur otak yang lengkap, namun baru mencapai kematangannya pada saat setelah di luar kandungan. Bayi yang baru dilahirkan memiliki lebih dari 100 miliar neuron dan sekitar satu trilyun sel glia yang berfungsi sebagai perekat serta synap (cabang-cabang neuron) yang akan membentuk bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron yang jumlahnya melebihi kebutuhan.
Synap ini akan bekerja sampai usia anak lima-enam tahun. Banyaknya jumlah sambungan tersebut mempengaruhi pembentukan kemampuan otak sepanjang hidupnya. Pertumbuhan jumlah jaringan otak dipengaruhi oleh pengalaman yang didapat anak pada awal-awal tahun kehidupannya, terutama pengalaman yang menyenangkan. Pada fase perkembangan ini, anak memiliki potensi yang luar biasa dalam mengembangkan kemampuan berbahasa, matematika, keterampilan berpikir, dan pembentukan stabilitas emosional.
Tumbuh Kembang Anak
Pertumbuhan otak pada usia dini ini sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak, terutama perkembangan psikososialnya. Pasca kelahiran, kegiatan otak dipengaruhi dan tergantung pada kegiatan neuron dan cabang-cabangnya dalam membentuk bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron. Melalui persaingan alami akhirnya sambuangan-sambungan yang tidak atau jarang digunakan akan mengalami “atrofi”.
Pemantapan sambungan terjadi apabila neuron mendapatkan informasi yang mampu menghasilkan letupan-letupan listrik. Letupan tersebut merangsang bertambahnya produksi “myelin” yang dihasilkan oleh zat perekat “glial”. Semakin banyaknya zat myelin yang diproduksi maka semakin banyak dendrit-dendrit yang tumbuh, sehingga akan semakin banyak “synapse” yang berarti lebih banyak neuron-neuron yang menyatu membentuk unit-unit. Kualitas kemampuan otak dalam menyerap dan mengolah informasi tergantung dari banyaknya neuron yang membentuk unit-unit.
Otak manusia bersifat hologram yang dapat mencatat, menyerap, menyimpan, memproduksi, dan merekonstruksi informasi. Kemampuan otak yang dipengaruhi oleh kegiatan neuron ini tidak besifat spontan, tetapi dipengaruhi oleh mutu dan frekuensi stimulasi yang diterima indera. Stimulasi pada tahun-tahun pertama kehidupan anak sangat mempengaruhi struktur fisik otak anak, dan hal tersebut sulit diperbaiki pada masa-masa kehidupan selanjutnya.
Implikasinya adalah bahwa anak yang tidak mendapatkan lingkungan yang merangsang pertumbuhan otak atau tidak mendapatkan stimulasi psikososial seperti jarang disentuh atau jarang diajak bermain, akan mengalami berbagai penyimpangan perilaku. Penyimpangan tersebut dalam bentuk hilangnya citra diri yang berakibat pada rendah diri, sangat penakut, dan tidak mandiri, atau sebaliknya menjadi anak yang tidak memiliki rasa malu dan terlalu agresif. Bentuk penyimpangan lainnya adalah “dysplasia”, sulit berkonsentrasi, menderita autis, sulit memahami perintah, depresi, mental retardasi, sulit bersosialisasi, dan sulit mengontrol perilaku.
Stimulasi psikososial untuk merangsang pertumbuhan anak tidak akan memberikan arti bagi masa depan anak jika derajat kesehatan dan gizi anak tidak menguntungkan. Pertumbuhan otak anak ditentukan oleh bagaimana cara orangtua mengasuh dan memberi makan serta menstimulasi anak pada usia dini yang sering disebut critical period ini. Gizi yang tidak seimbang, maupun gizi buruk, serta derajat kesehatan anak yang rendah akan menghambat pertumbuhan otak, dan pada gilirannya akan menurunkan kemampuan otak dalam mencatat, menyerap, menyimpan, memproduksi dan merekonstruksi informasi.
Di samping itu, rendahnya derajat kesehatan dan gizi anak akan menghambat pertumbuhan fisik dan motorik anak yang juga berlangsung sangat cepat pada tahun-tahun awal kehidupan anak. Gangguan yang terjadi pada pertumbuhan fisik dan motorik anak, sulit diperbaiki pada periode berikutnya, bahkan dapat mengakibatkan cacat yang permanen.
Derajat kondisi psikososial, kesehatan dan gizi anak sejak dalam kandungan sangat mempengaruhi optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan anak. Perkembangan anak yang berhubungan dengan aspek psikososial anak, baik itu kecerdasan, dalam segala bentuknya, maupun kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, maupun pertumbuhan yang menyangkut pada aspek fisik anak, misalnya bertambahnya berat dan tinggi anak sesuai usia anak serta perkembangan motorik anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahnkan.
Konsep ini menuntut adanya pengintegrasian aspek psikososial, gizi dan kesehatan serta faktor-faktor yang saling terkait satu sama lain secara sinergistik dalam proses tumbuh kembang anak.
Tumbuh Kembang Anak
Orang tua dan orang-orang yang terdekat dengan kehidupan anak, memberi pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Hasil penelitian yang dilakukan The Reiner Foundation tahun 1999, menyebutkan 10 hal yang dapat dilakukan orang tua untuk meningkatkan status kesehatan dan perkembangan otak. Hal itu dilakukan dengan cara memberi rangsangan berupa kehangatan dan cinta yang tulus, memberi pengalaman langsung dengan menggunakan inderanya (penglihatan, pendengaran, perasa, peraba, penciuman), interaksi melalui sentuhan, pelukan, senyuman, nyanyian, mendengarkan dengan penuh perhatian, menanggapi ocehan anak, mengajak bercakap-cakap dengan suara yang lembut, dan memberikan rasa aman. Sentuhan-sentuhan tersebut sangat membantu dalam menstimulasi otak menghasilkan hormon yang diperlukan dalam perkembangan.
Bertitik tolak dari hal ini, pendidikan dalam kerangka pembentukan kebiasaan berpikir dan bertindak anak harus mensinergikan aspek-aspek tumbuh kembang anak. Aspek-aspek tumbuh kembang anak yang harus dikembangkan mencakup aspek: a) perkembangan keimanan dan ketaqwaan, b) perkembangan budi pekerti, c) perkembangan sosial-emosional, d) perkembangan disiplin, e) perkembangan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi, f) perkembangan daya pikir, g) perkembangan seni dan kreativitas, serta, h) perkembangan kesehatan jasmani, termasuk fisik.
Pengelompokan aspek-aspek tumbuh kembang sebagaimana disebutkan di atas adalah untuk mempermudah pengukuran hasil belajar dalam upaya pembentukan kebiasaan berpikir dan bertindak sebagai hasil dari proses pembelajaran dalam mencapai tujuan pendidikan.
Kebiasaan berpikir dan bertindak sebagai refleksi dari dimilikinya sejumlah kemampuan berupa pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar perlu dilakukan sejak tahun-tahun pertama kehidupan anak.
Terkait dengan hal ini, Departemen Pendidikan Nasional melalui Pusat Kurikulum Balitbang saat ini sedang mengembangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum ini memandang bahwa hasil dari proses pembelajaran harus membentuk kemampuan yang diperlukan anak, terutama dalam upaya menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kemajuan zaman sebagai hasil dari proses pembelajaran yang sangat kompleks. Kemampuan menyesuaikan diri ini memerlukan kondisi psikososial, kesehatan, dan gizi anak yang prima. Gangguan yang terjadi pada salah satu komponen akan menurunkan daya kemampuan menyesuaikan diri anak.
Berangkat dari sini, dalam penyelenggaraan pendidikan guna mengoptimalkan tumbuh kembang anak, pendekatan pembelajaran yang dipergunakan dalam pendidikan anak antara lain adalah pembelajaran yang berpusat pada anak, yaitu pembelajaran melalui bermain, pembelajaran yang memungkinkan anak secara aktif berinteraksi dan mengeksplorasi lingkungannya, pembelajaran yang memberikan rasa aman, dan pembelajaran yang dilaksanakan secara terpadu, serta hasil pembelajaran yang mampu menjadi jembatan bagi anak untuk menyesuaikan diri dengan ligkungan dan perkembangan selanjutnya.
Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan perkembangan selanjutnya ini merupakan kemampuan terpenting yang harus dimiliki anak sebagai hasil pembelajaran pada pendidikan usia dini. Sebagai kemampuan yang sangat kompleks, stimulasi pada anak harus dilakukan sejak dari kelahirannya, dengan mengintegrasikan aspek-aspek psikososial, kesehatan dan gizi secara sinergistik.
Tugas Pemerintah Dan Masyarakat
Pembinaan anak untuk mengantarkan mereka menjadi manusia seutuhnya merupakan tanggung jawab masyarakat bersama pemerintah. Masyarakat, dalam hal ini keluarga, merupakan penanggung jawab utama dalam optimalisasi tumbuh kembang anak. Peran pemerintah adalah memfasilitasi masyrarakat agar mereka dapat mengoptimalkan tumbuh-kembang anak.
Di bidang pendidikan anak, upaya pemerintah untuk memfasilitasi masyarakat antara lain standardisasi kurikulum guna membantu masyarakat mengontrol penyelenggaraan pendidikan agar tidak merugikan peserta didik maupun masyarakat, peningkatan kemampuan profesi dan akademik bagi tenaga kependidikan, peningkatan fungsi keluarga sebagai basis pendidikan anak, serta pengembangan manajemen pembelajaran yang mencakup pengembangan metodologi pembelajaran, pengembangan sarana dan bahan belajar, termasuk bacaan anak, pengembangan permainan dan alat permainan, termasuk penggalian permainan tradisional, serta pengembangan evaluasi tumbuh kembang anak dini usia.
Dalam kerangka ini, sesuai dengan UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas dan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah, dalam hal ini pendidikan prasekolah, Departemen Pendidikan Nasional memberikan pembinaan terhadap Taman Kanak-Kanak (TK), bersama-sama Departemen Agama memberikan pembinaan terhadap Raudlatul Athfal (RA), serta bersama-sama Departemen Sosial memberikan pembinaan terhadap Kelompok Bermain dan Penitipan Anak.
Dalam rangka memberikan perhatian secara khusus terhadap anak di bawah usia TK dan juga anak usia TK yang belum terlayani pada lembaga TK yang ada, maka melalui Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 051/0/2001 Tahun 2001 telah dibentuk direktorat baru di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional, yang diberi nama Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia (Direktorat PADU).
Kehadiran pelaksanaan, pembinaan, dan pelembagaan pembinaan anak. Untuk ini pemerintah perlu memperdayakan peran serta masyarakat sebagai upaya menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan masyarakat, dengan mengembangkan segala potensi yang dimiliki masyarakat agar masyarakat memiliki kemampuan sendiri dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan. Dalam kondisi seperti ini, sinergi antara pemerintah dengan masyarakat sangat diperlukan.
Harapan Ke Depan
Sinergi berbagai unsur yang berkepentingan dalam pembinaan anak merupakan kunci keberhasilan upaya pembinaan anak. Apalagi dengan pemberlakuan otonomi daerah, pemerintah diharuskan untuk memperluas jaringan kemitraan karena pemerintah bukan lagi penentu tujuan pendidikan.
Jaringan kemitraan merupakan kunci efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan program pendidikan, di mana selama ini tumpang tindih program, termasuk pembinaannya, merupakan kesalahan sebagai akibat tidak berjalannya jaringan kemitraan, termasuk koordinasi sebagai salah satu komponennya.
Di samping itu, adanya jaringan kemitraan yang luas di setiap tingkatan institusi masyarakat, mulai dari pusat sampai grass-root (akar rumput) merupakan jawaban atas keberlangsungan suatu program di masyarakat.
Program yang mempunyai jaringan kemitraan memiliki ciri-ciri antara lain tingginya komitmen semua unsur yang terlibat dan tingginya rasa memiliki masyarakat terhadap program yang ada. Kedua ciri ini merupakan komponen terpenting untuk menjamin keberlangsungan suatu program yang pada gilirannya mengarah pada pelembagaan program di masyarakat. Perluasan jaringan kemitraan agar efektif hendaknya diarahkan pada penciptaan situasi kondusif yang menumbuhkembangkan komitmen semua unsur dan kepemilikan oleh masyarakat terhadap suatu program.
Synap ini akan bekerja sampai usia anak lima-enam tahun. Banyaknya jumlah sambungan tersebut mempengaruhi pembentukan kemampuan otak sepanjang hidupnya. Pertumbuhan jumlah jaringan otak dipengaruhi oleh pengalaman yang didapat anak pada awal-awal tahun kehidupannya, terutama pengalaman yang menyenangkan. Pada fase perkembangan ini, anak memiliki potensi yang luar biasa dalam mengembangkan kemampuan berbahasa, matematika, keterampilan berpikir, dan pembentukan stabilitas emosional.
Tumbuh Kembang Anak
Pertumbuhan otak pada usia dini ini sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak, terutama perkembangan psikososialnya. Pasca kelahiran, kegiatan otak dipengaruhi dan tergantung pada kegiatan neuron dan cabang-cabangnya dalam membentuk bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron. Melalui persaingan alami akhirnya sambuangan-sambungan yang tidak atau jarang digunakan akan mengalami “atrofi”.
Pemantapan sambungan terjadi apabila neuron mendapatkan informasi yang mampu menghasilkan letupan-letupan listrik. Letupan tersebut merangsang bertambahnya produksi “myelin” yang dihasilkan oleh zat perekat “glial”. Semakin banyaknya zat myelin yang diproduksi maka semakin banyak dendrit-dendrit yang tumbuh, sehingga akan semakin banyak “synapse” yang berarti lebih banyak neuron-neuron yang menyatu membentuk unit-unit. Kualitas kemampuan otak dalam menyerap dan mengolah informasi tergantung dari banyaknya neuron yang membentuk unit-unit.
Otak manusia bersifat hologram yang dapat mencatat, menyerap, menyimpan, memproduksi, dan merekonstruksi informasi. Kemampuan otak yang dipengaruhi oleh kegiatan neuron ini tidak besifat spontan, tetapi dipengaruhi oleh mutu dan frekuensi stimulasi yang diterima indera. Stimulasi pada tahun-tahun pertama kehidupan anak sangat mempengaruhi struktur fisik otak anak, dan hal tersebut sulit diperbaiki pada masa-masa kehidupan selanjutnya.
Implikasinya adalah bahwa anak yang tidak mendapatkan lingkungan yang merangsang pertumbuhan otak atau tidak mendapatkan stimulasi psikososial seperti jarang disentuh atau jarang diajak bermain, akan mengalami berbagai penyimpangan perilaku. Penyimpangan tersebut dalam bentuk hilangnya citra diri yang berakibat pada rendah diri, sangat penakut, dan tidak mandiri, atau sebaliknya menjadi anak yang tidak memiliki rasa malu dan terlalu agresif. Bentuk penyimpangan lainnya adalah “dysplasia”, sulit berkonsentrasi, menderita autis, sulit memahami perintah, depresi, mental retardasi, sulit bersosialisasi, dan sulit mengontrol perilaku.
Stimulasi psikososial untuk merangsang pertumbuhan anak tidak akan memberikan arti bagi masa depan anak jika derajat kesehatan dan gizi anak tidak menguntungkan. Pertumbuhan otak anak ditentukan oleh bagaimana cara orangtua mengasuh dan memberi makan serta menstimulasi anak pada usia dini yang sering disebut critical period ini. Gizi yang tidak seimbang, maupun gizi buruk, serta derajat kesehatan anak yang rendah akan menghambat pertumbuhan otak, dan pada gilirannya akan menurunkan kemampuan otak dalam mencatat, menyerap, menyimpan, memproduksi dan merekonstruksi informasi.
Di samping itu, rendahnya derajat kesehatan dan gizi anak akan menghambat pertumbuhan fisik dan motorik anak yang juga berlangsung sangat cepat pada tahun-tahun awal kehidupan anak. Gangguan yang terjadi pada pertumbuhan fisik dan motorik anak, sulit diperbaiki pada periode berikutnya, bahkan dapat mengakibatkan cacat yang permanen.
Derajat kondisi psikososial, kesehatan dan gizi anak sejak dalam kandungan sangat mempengaruhi optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan anak. Perkembangan anak yang berhubungan dengan aspek psikososial anak, baik itu kecerdasan, dalam segala bentuknya, maupun kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, maupun pertumbuhan yang menyangkut pada aspek fisik anak, misalnya bertambahnya berat dan tinggi anak sesuai usia anak serta perkembangan motorik anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahnkan.
Konsep ini menuntut adanya pengintegrasian aspek psikososial, gizi dan kesehatan serta faktor-faktor yang saling terkait satu sama lain secara sinergistik dalam proses tumbuh kembang anak.
Tumbuh Kembang Anak
Orang tua dan orang-orang yang terdekat dengan kehidupan anak, memberi pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Hasil penelitian yang dilakukan The Reiner Foundation tahun 1999, menyebutkan 10 hal yang dapat dilakukan orang tua untuk meningkatkan status kesehatan dan perkembangan otak. Hal itu dilakukan dengan cara memberi rangsangan berupa kehangatan dan cinta yang tulus, memberi pengalaman langsung dengan menggunakan inderanya (penglihatan, pendengaran, perasa, peraba, penciuman), interaksi melalui sentuhan, pelukan, senyuman, nyanyian, mendengarkan dengan penuh perhatian, menanggapi ocehan anak, mengajak bercakap-cakap dengan suara yang lembut, dan memberikan rasa aman. Sentuhan-sentuhan tersebut sangat membantu dalam menstimulasi otak menghasilkan hormon yang diperlukan dalam perkembangan.
Bertitik tolak dari hal ini, pendidikan dalam kerangka pembentukan kebiasaan berpikir dan bertindak anak harus mensinergikan aspek-aspek tumbuh kembang anak. Aspek-aspek tumbuh kembang anak yang harus dikembangkan mencakup aspek: a) perkembangan keimanan dan ketaqwaan, b) perkembangan budi pekerti, c) perkembangan sosial-emosional, d) perkembangan disiplin, e) perkembangan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi, f) perkembangan daya pikir, g) perkembangan seni dan kreativitas, serta, h) perkembangan kesehatan jasmani, termasuk fisik.
Pengelompokan aspek-aspek tumbuh kembang sebagaimana disebutkan di atas adalah untuk mempermudah pengukuran hasil belajar dalam upaya pembentukan kebiasaan berpikir dan bertindak sebagai hasil dari proses pembelajaran dalam mencapai tujuan pendidikan.
Kebiasaan berpikir dan bertindak sebagai refleksi dari dimilikinya sejumlah kemampuan berupa pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar perlu dilakukan sejak tahun-tahun pertama kehidupan anak.
Terkait dengan hal ini, Departemen Pendidikan Nasional melalui Pusat Kurikulum Balitbang saat ini sedang mengembangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum ini memandang bahwa hasil dari proses pembelajaran harus membentuk kemampuan yang diperlukan anak, terutama dalam upaya menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kemajuan zaman sebagai hasil dari proses pembelajaran yang sangat kompleks. Kemampuan menyesuaikan diri ini memerlukan kondisi psikososial, kesehatan, dan gizi anak yang prima. Gangguan yang terjadi pada salah satu komponen akan menurunkan daya kemampuan menyesuaikan diri anak.
Berangkat dari sini, dalam penyelenggaraan pendidikan guna mengoptimalkan tumbuh kembang anak, pendekatan pembelajaran yang dipergunakan dalam pendidikan anak antara lain adalah pembelajaran yang berpusat pada anak, yaitu pembelajaran melalui bermain, pembelajaran yang memungkinkan anak secara aktif berinteraksi dan mengeksplorasi lingkungannya, pembelajaran yang memberikan rasa aman, dan pembelajaran yang dilaksanakan secara terpadu, serta hasil pembelajaran yang mampu menjadi jembatan bagi anak untuk menyesuaikan diri dengan ligkungan dan perkembangan selanjutnya.
Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan perkembangan selanjutnya ini merupakan kemampuan terpenting yang harus dimiliki anak sebagai hasil pembelajaran pada pendidikan usia dini. Sebagai kemampuan yang sangat kompleks, stimulasi pada anak harus dilakukan sejak dari kelahirannya, dengan mengintegrasikan aspek-aspek psikososial, kesehatan dan gizi secara sinergistik.
Tugas Pemerintah Dan Masyarakat
Pembinaan anak untuk mengantarkan mereka menjadi manusia seutuhnya merupakan tanggung jawab masyarakat bersama pemerintah. Masyarakat, dalam hal ini keluarga, merupakan penanggung jawab utama dalam optimalisasi tumbuh kembang anak. Peran pemerintah adalah memfasilitasi masyrarakat agar mereka dapat mengoptimalkan tumbuh-kembang anak.
Di bidang pendidikan anak, upaya pemerintah untuk memfasilitasi masyarakat antara lain standardisasi kurikulum guna membantu masyarakat mengontrol penyelenggaraan pendidikan agar tidak merugikan peserta didik maupun masyarakat, peningkatan kemampuan profesi dan akademik bagi tenaga kependidikan, peningkatan fungsi keluarga sebagai basis pendidikan anak, serta pengembangan manajemen pembelajaran yang mencakup pengembangan metodologi pembelajaran, pengembangan sarana dan bahan belajar, termasuk bacaan anak, pengembangan permainan dan alat permainan, termasuk penggalian permainan tradisional, serta pengembangan evaluasi tumbuh kembang anak dini usia.
Dalam kerangka ini, sesuai dengan UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas dan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah, dalam hal ini pendidikan prasekolah, Departemen Pendidikan Nasional memberikan pembinaan terhadap Taman Kanak-Kanak (TK), bersama-sama Departemen Agama memberikan pembinaan terhadap Raudlatul Athfal (RA), serta bersama-sama Departemen Sosial memberikan pembinaan terhadap Kelompok Bermain dan Penitipan Anak.
Dalam rangka memberikan perhatian secara khusus terhadap anak di bawah usia TK dan juga anak usia TK yang belum terlayani pada lembaga TK yang ada, maka melalui Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 051/0/2001 Tahun 2001 telah dibentuk direktorat baru di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional, yang diberi nama Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia (Direktorat PADU).
Kehadiran pelaksanaan, pembinaan, dan pelembagaan pembinaan anak. Untuk ini pemerintah perlu memperdayakan peran serta masyarakat sebagai upaya menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan masyarakat, dengan mengembangkan segala potensi yang dimiliki masyarakat agar masyarakat memiliki kemampuan sendiri dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan. Dalam kondisi seperti ini, sinergi antara pemerintah dengan masyarakat sangat diperlukan.
Harapan Ke Depan
Sinergi berbagai unsur yang berkepentingan dalam pembinaan anak merupakan kunci keberhasilan upaya pembinaan anak. Apalagi dengan pemberlakuan otonomi daerah, pemerintah diharuskan untuk memperluas jaringan kemitraan karena pemerintah bukan lagi penentu tujuan pendidikan.
Jaringan kemitraan merupakan kunci efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan program pendidikan, di mana selama ini tumpang tindih program, termasuk pembinaannya, merupakan kesalahan sebagai akibat tidak berjalannya jaringan kemitraan, termasuk koordinasi sebagai salah satu komponennya.
Di samping itu, adanya jaringan kemitraan yang luas di setiap tingkatan institusi masyarakat, mulai dari pusat sampai grass-root (akar rumput) merupakan jawaban atas keberlangsungan suatu program di masyarakat.
Program yang mempunyai jaringan kemitraan memiliki ciri-ciri antara lain tingginya komitmen semua unsur yang terlibat dan tingginya rasa memiliki masyarakat terhadap program yang ada. Kedua ciri ini merupakan komponen terpenting untuk menjamin keberlangsungan suatu program yang pada gilirannya mengarah pada pelembagaan program di masyarakat. Perluasan jaringan kemitraan agar efektif hendaknya diarahkan pada penciptaan situasi kondusif yang menumbuhkembangkan komitmen semua unsur dan kepemilikan oleh masyarakat terhadap suatu program.
0 komentar:
Post a Comment