Latest Releases

Adat Bima, Nusa Tenggara Barat

http://rastayoman.blogspot.com/2013/08/kumpulan-adat-wawo-bima.html
Adat Bima
Suku Bima

Suku Bima atau Dou Mbojo, adalah suku yang terdapat di kota Bima dan kabupaten Bima. Populasi suku Bima diperkirakan lebih dari 500.000 orang.
Suku Bima bermukim di daerah dataran rendah, yang berada dalam wilayah kabupaten Bima, Dongo dan Sangiang. Kondisi alam pemukiman suku Bima berbeda-beda, di daerah utara tanahnya sangat subur, sedangkan sebelah selatan tanahnya gundul dan tidak subur. Masyarakat suku Bima kebanyakan bermukim dekat pesisir pantai. Suku Bima kadang disebut juga sebagai suku "Oma" (berpindah-pindah) karena kebiasaan hidup mereka yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.
Suku Bima masih memiliki hubungan kerabat dengan suku Sasak yang tinggal di pulau Lombok di provinsi Nusa Tenggara Barat. Dalam keseharian suku Bima berbicara dalam bahasa Bima yang disebut juga sebagai bahasa Nggahi Mbojo. Bahasa Bima terdiri dari beberapa dialek, yaitu dialek Bima, Bima Dongo dan
Sangiang. Bahasa Bima ini adalah cabang dari rumpun bahasa Malayo-Polynesian.

Dalam cerita sejarah rakyat suku Bima, dahulu suku Bima memiliki 7 pemimpin di setiap daerah yang disebut Ncuhi. Pada masa pemberontakan di Majapahit, salah satu dari Pandawa Lima, Bima, melarikan diri ke Bima melalui jalur selatan agar tidak ketahuan oleh para pemberontak dan langsung diangkat oleh para Ncuhi sebagai Raja Bima pertama. Namun Sang Bima langsung mengangkat anaknya sebagai raja dan beliau kembali lagi ke Jawa dan menyuruh 2 anaknya untuk memerintah di Kerajaan Bima. Oleh karena itu, bahasa halus di Bima yang kadang-kadang dipakai oleh masyarakat suku Bima, mirip dengan bahasa Jawa Kuna.

Pada masa lalu suku Bima dalam bidang pertanian sempat menjadi salah satu anggota dari segitiga emas pertanian bersama Makassar dan Ternate pada zaman Kesultanan. Oleh karena itu, hubungan Bima dan Makassar sangatlah dekat, karena pada zaman Kesultanan, kedua kerajaan ini saling menikahkan putra dan putri kerajaannya masing.

Suku Bima terkenal dengan kudanya yang kecil tetapi kuat. Sejak abad ke-14 kuda Bima telah dibawa ke pulau Jawa. Tahun 1920 daerah Bima telah menjadi tempat pengembangbiakan kuda.

Perkampungan orang Bima disebut sebagai Kampo atau Kampe yang dipimpin oleh kepala desa yang disebut ncuhi, ompu, atau gelarang. Kepala desa dibantu oleh golongan kerabat yang tua dan dihormati. Kepemimpinan diwariskan turun temurun di antara keturunan nenek moyang pendiri desa.

Dahulu, pada awal berdirinya sekolah di pemukiman suku Bima ini, sekolah dianggap sebagai perusak adat. Tapi saat ini banyak anak-anak disekolahkan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, mereka cenderung beranggapan segala yang berasal dari luar itu baik, terutama yang menyangkut kebudayaan dan teknologi. Cara hidup dan berpikir masyarakat suku Bima sudah mengikuti pola modern.

Pemukiman Dan Rumah Adat Uma Lengge

http://rastayoman.blogspot.com/2013/08/kumpulan-adat-wawo-bima.html
Uma Lengge Wawo
Suku Bima memiliki rumah adat yang unik, tidak kalah dengan rumah adat suku Toraja, Batak dan suku Wae Rebo. Rumah adat suku Bima bernama "Uma Lengge", memiliki struktur rumah terbuat dari kayu, keseluruhan elemennya saling kait mengkait sehingga menjadi kesatuan dan berdiri diatas tiang-tiang. Tiang menumpu pada pondasi-yang berupa sebuah batu alam sebagai tumpuan tiang, konstruksi bangunan ini adalah tahan gempa dan angin, dengan kata lain adalah sangat kokoh.
Suku Bima memiliki agama kepercayaan asli, yaitu "Pare no bongi, yaoti"
kepercayaan terhadap roh nenek moyang). Saat ini sebagian besar masyarakat suku Bima memeluk Islam. Tapi dalam keseharian masyarakat suku Bima masih mempercayai hal-hal gaib dan roh-roh yang ada di sekitar mereka. Mereka mempercayai tentang Batara Gangga sebagai dewa yang memiliki kekuatan yang sangat besar dan sebagai penguasa. Lalu Batara Guru, Idadari Sakti dan Jeneng, roh Bake dan roh jin yang tinggal di pohon dan di gunung yang sangat besar dan berkuasa mendatangkan penyakit, bencana dan lain-lain. Mereka juga percaya adanya sebatang pohon besar di Kalate yang dianggap keramat, Murmas tempat para dewa, gunung Rinjani, tempat tingggal para dewa-dewi. Sebagian masyarakat suku Bima masih mengandalkan dukun untuk menangani kesehatan dan penyakit. Sedangkan sekelompok kecil Suku Bima yang mendiami bagian timur menganut agama Kristen.

http://rastayoman.blogspot.com/2013/08/kumpulan-adat-wawo-bima.html
Rimpu Pakaian Adat Bima
Rimpu, Pakaian Adat Perempuan Bima

Perempuan suku Bima memiliki pakaian khas semacam sarung sebagai 'bawahan', bahkan masih ada yang menggunakan dua buah sarung, yang disebut "rimpu". Rimpu adalah cara perempuan Bima menutup aurat bagian atas dengan sarung sehingga hanya kelihatan mata atau wajahnya saja. Rimpu yang hanya kelihatan mata disebut "rimpu mpida".

Mata pencaharian utama suku Bima adalah pada bidang pertanian. Mereka mengelola padi di sawah dan menanam berbagai jenis tanaman di ladang. Selain itu, mereka juga beternak kuda. Kegiatan lain adalah berburu di hutan sekitar pemukiman mereka. Para perempuan membuat kerajinan anyaman dari rotan dan daun lontar, serta kerajinan tenun, yang disebut "tembe nggoli" yang sudah terkenal.
Read »

Ganja Bukan Narkoba

 Polemik Ganja dalam UU Narkotika: Ganja bukan Narkotik

Kepala BNN Prop.DI Yogyakarta, Bapak Drs.Budiharso,M.Si, sebagai pembicara pertama, mengawali dengan mengingatkan kembali akan fungsi hukum, baik yang bersifat preventif maupun represif untuk melindungi warga negara serta lebih menghormati dan meningkatkan ketaatan terhadap peraturan perundangan yang telah ditetapkan. Undang-undang narkotika telah disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban negara untuk melindungi warga negaranya, baik Undang-undang narkotika UU RI no.9 tahun 1976,
UU RI 22 tahun 1997 maupun yang terbaru UU RI No. 35 tahun 2009.


Selanjutnya, Ketua Advokasi, Lingkar Ganja Nusantara  (LGN), Peter Dantovski tampil menjadi pihak kontra terhadap undang-undang narkotik. Peter, yang bahkan tampil berkemeja dengan corak daun ganja,  menekankan perjuangan organisasinya untuk melegalkan ganja dan mengeluarkan ganja dari golongan I undang-undang narkotika. Alasan mereka (LGN) adalah bahwa ganja (sebagai pohon) bukanlah narkotika. Usaha-usaha advokasi dan edukasi mengenai manfaat ganja dan perlunya penelitian-penelitian tentang tanaman ganja menjadi langkah-langkah LGN. Dengan judul presentasi ‘Menyibak Cakrawala Baru yang luas, mewariskan kehidupan Merdeka’ , Peter mempertanyakan, jika ganja sering disebut sebagai “disalah-gunakan”, lalu bagaimana “pembenar-gunaan”nya??  Mereka berasumsi jika ganja dilegalkan penggunaannya, akan dapat menekan pasar gelap yang menurut LGN melibatkan uang beredar sekitar 50 T, yang menurut hemat mereka dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Peter yang pengguna ganja juga mempertanyakan bahwa hasil-hasil penelitian seringkali tidak sesuai dengan kenyataan… jika selama ini ganja dilaporkan bisa menyebabkan efek negatif pada saluran nafas, mengapa teman-temannya pengguna ganja malah menjadi sehat?… Hmm, agak tendensius sih… tapi memang jika perlu, harus dilakukan penelitian-penelitian di kalangan pengguna ganja di Indonesia untuk memastikan efeknya. Tentunya harus didukung oleh disain penelitian, pengambilan data, serta analisis yang valid utk mendapatkan data yang obyektif.

Apa sih yang disebut narkotika?

Istilah “narcotic” awalnya dimunculkan oleh dokter Yunani, Galen, yang merujuk pada senyawa yg menyebabkan “mati rasa”. Kata ini berasal dari bahasa Yunani :ναρκωσις ( narcosis), yang artinya “mati rasa” itu tadi. Dulu beberapa tanaman digunakan dalam proses pengobatan untuk tujuan tersebut, misalnya pada pembedahan atau mengurangi rasa sakit, seperti : mandrake root, altercus (eclata) seeds, and poppy juice (opium), yang berefek menghilangkan nyeri dan  menidurkan.

Istilah ini sekarang bergeser atau meluas, yaitu bahwa semua senyawa yang memiliki efek psiko-aktif (mempengaruhi fisik dan kejiwaan) digolongkan sebagai narkotika. Tidak saja senyawa golongan opiat, tapi termasuk stimulan seperti amfetamin dan derivatnya sekarang tergolong sebagai narkotika. Nah, menurut UU Narkotika no 35 th 2009, narkotika didefinisikan sebagai : zat atau obat yang berasal dari  tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Dalam UU ini, narkotika digolongkan ke dalam tiga golongan:

Narkotika Golongan I : hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan

Contoh : heroin, kokain, opium, ganja, katinon, MDMDA/ecstasy

Narkotika Golongan II : Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan

Contoh : morfin, petidin, fentanil, metadon

Narkotika golongan III : berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan

Contoh : Codein, buprenorfin, etilmorfin

Nah, utk penggolongan ini dan kriterianya, aku berpendapat bahwa ini perlu direvisi. Jika dicermati, kriteria di atas mencerminkan adanya strata tentang potensi mengakibatkan ketergantungan, di mana Gol I dikatakan berpotensi sangat tinggi, gol II potensi tinggi, dan gol III potensi ringan. Aku kurang sepakat dengan strata ini, karena secara farmakologi itu kurang tepat. Seorang yang menggunakan 1 gram candu/opium dengan 1 gram morfin, potensinya besar mana untuk menghasilkan efek farmakologi dan ketergantungan? Tentunya lebih poten morfin, karena morfin adalah zat aktif dari candu/opium. Dengan demikian, penggolongan menjadi tidak tepat, karena morfin adalah golongan 2 dan opium golongan pertama. Aku usulkan bahwa kata sangat itu tidak perlu, karena kedua golongan itu sama-sama menyebabkan ketergantungan. Dan jika akan dibuat strata, harus jelas parameternya seperti apa dikatakan sangat, dan yang tidak sangat. Jadi poin-nya lebih pada penggunaannya di dalam terapi, apakah sudah teruji dan sesuai dengan indikasi medis. Golongan I tidak digunakan dalam terapi, sedangkan golongan II dapat digunakan dalam terapi. Dan untuk digunakan dalam terapi tentunya asas-asas sebagai obat juga harus jelas, yaitu terkait dengan kadar zat aktif, dosis, cara penggunaan, bentuk sediaan, dll.

cannabisSelanjutnya aku memaparkan tentang ganja, senyawa apa saja yang terkandung dan efek-efek serta mekanismenya. Ganja atau Cannabis sativa adalah tanaman yang mengandung berbagai senyawa penyusun. Senyawa psikoaktif pada ganja adalah tetrahidrocanabinnol (THC), yang bekerja pada reseptor cannabinoid. Reseptor ini sendiri cukup menarik, karena ditemukan baru pada tahun 1987-an pada manusia, dan dia juga berperan dalam berbagai fungsi fisiologis. Aku memprediksikan, di masa depan reseptor ini juga akan menjadi target aksi obat-obat seperti halnya “kakaknya” reseptor opiat yang telah ditemukan lebih dulu dan sudah banyak sekali obat-obat sintetik yang dikembangkan yang bekerja pada reseptor ini. Sebuah International Society on Cannabinoid Research bahkan sudah didirikan, yang berfokus pada penelitian tentang sistem cannabinoid.

Berarti ganja bisa dijadikan obat dong? Berarti bukan golongan I narkotika?

DronabinolEitt…tunggu dulu… pertanyaan itu akan sebanding dengan “ Berarti candu bisa dijadikan obat dong?.. Yups, jawaban atas pertanyaan ini sama, yaitu: ..Ya, candu maupun ganja dapat dikembangkan menjadi obat. Buktinya, banyak obat-obat turunan candu yang sudah dipakai secara legal dalam pengobatan seperti morfin, petidin, kodein, fentanil, dll. Apakah ada obat yang berasal dari ganja/cannabis?..Ya, ada dronabinol (Marinol), nabilon, dll. yang diindikasikan sebagai anti mual muntah pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi, dan sebagai peningkat nafsu makan pada pasien HIV/AIDS.  Memang jumlahnya masih sedikit, karena seperti yang disampaikan tadi, reseptor cannabinoid ini belum lama ditemukan dan dikembangkan sebagai target aksi obat. Sangat mungkin di masa depan akan dikembangkan turunan2 cannabinoid lainnya.

Nah, berarti posisi tanaman candu dan ganja sama kan? Sebagai sumber senyawa psikoaktif. Kalau ganja akan diperjuangkan keluar dari UU narkotika, mestinya tanaman candu juga demikian…  itu akan lebih fair… Tapi bukan demikian kan?

Ada kriteria lain untuk tetap digolongkan dalam narkotika golongan 1, yaitu potensinya menyebabkan ketergantungan. Semua senyawa psikoaktif menyebabkan adiksi, walaupun dengan potensi yang berbeda-beda. Mengapa? Ya karena mekanismenya menyebabkan adiksi berbeda-beda.  Adiksi sendiri secara medik didefinisikan sebagai gangguan kambuhan yang bersifat kronis, yang dikarakterisir oleh adanya dorongan untuk mencari dan menggunakan obat, kehilangan kontrol terhadap pembatasan penggunaan obat, dan munculnya emosi negatif (dysphoria, anxiety, irritability) jika tidak mendapatkan obat, walaupun mengetahui efek buruk pengunaan obat tersebut.

Mengapa orang bisa adiksi terhadap obat/zat?

Secara awam, adiksi atau ketagihan adalah keinginan untuk mengulang dan mengulang lagi karena mendapatkan efek yang menyenangkan. Bagaimana mekanismenya? Semua zat yang membuat ketagihan umumnya bekerja melibatkan “sistem reward” di otak, yang melibatkan neurotransmiter dopamin. Dopamin akan bekerja pada reseptornya memicu sistem reward, dan menimbulkan rasa senang. Hal ini menyebabkan orang ingin mengulang dan mengulang lagi utk mendapat kesenangan yg sama. Yang berbeda antar zat adalah pada mekanismenya. Senyawa opiat bekerja melalui reseptor opiat, senyawa kokain dan golongan amfetamin bekerja dengan menghambat reuptake dopamin dan serotonin, senyawa ganja beraksi pada reseptor cannabinoid, yang semuanya nanti dapat mengarah pada picuan sistem reward. Jadi, intensitas adiksinya juga berbeda-beda. Selain itu, reaksi putus obat-nya juga berbeda-beda tergantung pada sifat zatnya. THC dari ganja bersifat sangat lipofilik (larut dalam lemak), sehingga ia berada di jaringan lemak tubuh cukup lama. Sekali dikonsumsi, ganja akan tinggal dalam tubuh cukup lama, dan baru tereliminasi sempurna setelah 30-an hari.  Hal ini menyebabkan gejala putus obat yang ringan pada pengguna ganja, dibandingkan dengan obat-obat opiat.

Apakah dengan demikian ganja tidak berbahaya?

Penelitian tentang efek-efek bahaya ganja sudah cukup banyak dipublikasikan. Beberapa diantaranya menekankan pada efeknya terhadap peningkatan gejala psikotik (gangguan jiwa), berkurangnya kemampuan kognitif, dan pada efek fisiologis lainnya. Aku sendiri memaparkan suatu fakta (walaupun masih mungkin diperdebatkan) yang mendukung “gateway theory” dari hasil penelitian cukup baru (Addictive Behaviours. 2012 Feb; 37(2):160-6) bahwa ganja merupakan “gateway” bagi penggunaan obat-obat terlarang lainnya. Dengan kata lain, sekali menggunakan cannabis kecenderungan mencoba obat-obat terlarang yang lain kemungkinannya menjadi lebih besar. Disebutkan bahwa risiko memulai penggunaan obat-obat terlarang lainnya adalah 124 kali lebih tinggi pada pengguna ganja kronis dibandingkan bukan pengguna.

Jadi, kalaupun secara fisiologis nampaknya efek ganja lebih ringan dari senyawa psikoaktif lainnya, hal lain yang perlu menjadi perhatian dan pertimbangan adalah dampak psikososialnya. Sebagian besar penggunaan ganja adalah untuk tujuan rekreasional, untuk melarikan diri dari masalah, atau untuk mendapatkan performance yang mungkin bukan sesungguhnya. Beberapa kasus penggunaan ganja banyak dijumpai pada seniman yang katanya akan bisa meningkatkan kreativitasnya. Menurutku ini akan meninggalkan generasi yang lemah, yang tidak bisa memecahkan masalah, yang “penipu” karena tidak menunjukkan kemampuan sebenarnya (performance-nya akan bagus kalau di bawah pengaruh ganja), belum lagi dampak-dampak psikososial lainnya.

Bahwa ada manfaat pohon ganja yang bisa menghasilkan serat seperti yang disampaikan oleh teman-teman LGN, itu sah-sah saja. Tapi memangnya tidak ada sumber serat lainnya yang tidak berisiko meninggalkan dampak lebih luas???? Tanaman di Indonesia masih banyak sekali jenisnya, dan masih mungkin sekali dieksplorasi utk menghasilkan serat yang sama bagusnya atau lebih bagus dari serat ganja.

Jadi, kalaupun ada sedikit revisi mengenai kriteria penggolongan narkotika, aku tetap berpendapat bahwa tanaman ganja tetap berada dalam satu golongan dengan tanaman-tanaman penghasil senyawa psikoaktif lainnya, seperti Papaver somniferum (candu), Erythroxylon coca (penghasil kokain), dan termasuk tanaman Catha edulis (penghasil katinon) yang sekarang belum masuk dalam UU. (Jadi perlu ada revisi juga dalam daftar senyawa/tanaman yang masuk dalam golongan2 tersebut.)

Pembicara ke-empat yaitu Prof.Edy O.S Hiarriej, dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum UGM, mengkritisi dari sisi hukum. Ganja bersifat psikoaktif terutama terhadap aktivitas mental dan perilaku. Ia tidak menyebabkan sindrom ketergantungan atau withdrawal syndrome, tidak menyerang susunan saraf pusat seperti heroin, kokain dan jenis narkotika lainnya, namun sebaiknya masih mendapatkan posisi di undang-undang Narkotika. Sesuai dengan hukum Indonesia yang masih banyak berkiblat pada Negeri Belanda (walaupun sekarang hukum sudah mulai berkembang dengan mengacu pada beberapa negara lain), undang-undang narkotika masih humanis. Prof. Edy lebih menyoroti tentang hukuman pengguna murni yang sepatutnya berupa rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan jalan terbaik dan humanis bagi pengguna narkoba itu sendiri. Prof Eddy mendukung usulanku untuk merevisi UU narkotika, dan beliau lebih menekankan dari aspek hukumnya yaitu mengenai hukuman bagi pelanggar UU Narkotika yang semestinya berdasarkan kualitas perbuatannya, bukan pada penggolongan narkotikanya.

Dalam hal gateway theory yang aku singgung terkait dengan ganja, sisi kriminologi mempunyai sudut pandang berbeda. Menurut Prof. Edy, gateway untuk sebuah tindakan kriminal adalah potensi untuk melakukan kejahatan. Semua orang memiliki potensi yang sama. Namun jika seseorang telah “berhasil” melakukan kejahatan pertama, maka itu akan meningkatkan kemungkinan melakukan kejahatan selanjutnya. Yah, whatever lah… masing-masing boleh memiliki sudut pandang yang berbeda. Tapi menurutku, dengan sudut pandang kesehatan, lebih baik preventif daripada kuratif. Mencegah penggunaan ganja diharapkan akan mencegah penggunaan obat-obat terlarang lainnya.

Akhir dari Seminar

Seminar ini ditutup dengan tanya jawab. Sesi ini melibatkan beberapa peserta yang mengkritisi undang-undang narkotika hasil paparan masing-masing pembicara. Beberapa pertanyaan tersebut mempertajam pentingnya untuk memperkuat dasar hukum narkotika. Riset ini sebaiknya merupakan kolaborasi banyak pihak, baik BPOM, Kementrian Kesehatan dan BNN. Pihak BNN sendiri pernah melakukan penelitian bekerja sama dengan Universitas Indonesia (Institusi pendidikan tinggi) untuk prevalensi pengguna tahun 2011. Hasil penelitian tersebut, prevalensi pengguna narkoba tercatat 2,2 % dari jumlah penduduk yang rentan di Indonesia sedangkan 2,8% diantaranya warga Yogya. Tema prevalensi menjadi topik tersendiri yang perlu dikembangkan. Pusat penelitian narkotika terutama tentang ganja menjadi hal yang penting sekarang.

Rehabilitasi menjadi kesimpulan semua pihak sebagai hukuman pencandu dan pengguna yang paling humanis. Rehabilitasi yang dilakukan berupa rehabilitasi fisik dan sosial. Dinas kesehatan diharapkan membuat tim, apakah orang itu direhabilitasi atau tidak. Peraturan Pemerintah berkaitan dengan wajib lapor, memberikan kesempatan bagi pecandu untuk direhabilitasi supaya mereka terbebas dari jeratan narkoba. Menteri kesehatan juga mendukung program tersebut dengan membentuk IPWl (institusi penerima wajib lapor). Pecandu yang dirujuk ke IPWL mendapatkan layanan kesehatan. Proses pidana maupun masa tahanan tetap dihitung saat dilakukan rehabilitasi. Di jogja ditunjuk 8 institusi yang melayani rehabilitasi, RS Grasia, RSUP dr.Sardjito, RSUD kota Jogja, Puskesmas Umbul Harjo, Puskesmas Gedong Kuning, dan Puskesmas Banguntapan II. Rehabilitasi sosial dilayani di PSPP Purwomartani, dan  Kunci. Rehabilitasi menghindari overkriminalisasi penegakan hukum karena semakin banyak negara mengkriminalkan sesuatu menunjukkan bahwa negara tidak mampu melindungi warga negaranya sendiri.

Pada intinya, perlu adanya riset ganja yang dilakukan di Indonesia (tidak hanya mengacu pada penelitian luar negeri) untuk mendasari produk hukum dan adanya inisiatif banyak pihak untuk mengkoreksi undang-undang narkotika.

Begitulah….mungkin tidak semua pihak puas dengan hasil seminar ini, tapi setidaknya aku sudah berupaya menyumbangkan pemikiranku mengenai UU narkotika ini. Aku juga mengajak teman-teman LGN, jika memang ingin melakukan penelitian-penelitian, ayo buatlah roadmap penelitian yg jelas, mau diarahkan kemana riset tentang ganja. Buatlah proposal-proposal yang bagus dengan disain penelitian yang sesuai. Jika memenuhi syarat akademik dan saintifik, mengapa tidak bekerjasama saja, asal ada dananya dan ijin untuk melakukannya. Ini akan lebih positif dan obyektif untuk menegakkan status ganja di bumi Indonesia, tidak bertahan sebagai polemik saja.

Sebenernya ada satu hal yang ingin aku tanyakan, karena memang benar-benar awam hukum, terkait dengan legalisasi, tapi kemarin waktunya terbatas. Sebenarnya sampai sejauh mana sih legalisasi yang diinginkan? Menurutku, legalisasi adalah hal yang tidak berkaitan dengan penggolongan ganja dalam UU. Morfin, petidin, kodein (golongan II dan III narkotika) adalah legal digunakan selama itu sesuai dengan prosedur yang berlaku, misalnya harus dengan resep dokter, dst. Jadi tidak ada masalah kan? Masuk dalam UU narkotika bisa tetap legal kan? Kenapa harus maksain keluar dari UU narkotika?  Jadi, menurutku jika ganja sudah dibuat dalam bentuk obat yang terstandar dan teruji memberikan efek terapi, seperti dronabinol atau nabilon, maka penggunaannya juga akan legal. Jadi masalahnya di mana?  Jika yang dimaui adalah penggunaan legal untuk tujuan rekreasional, nah… ini yang menjadi pertanyaan…. ada hidden agenda apa? Mau dibawa kemana generasi muda bangsa ini?
Read »

Ganja Bisa Membuka Wawasan

Fenomena Ganja ACEH : Potensi Atau Proteksi?
Tak dapat dipungkiri bahwa potensi ganja di Aceh mampu menutup defisit APBD di setiap kabupaten/kota yang memiliki ladang ganja. Ganja juga memiliki mamfaat dari sisi medis dan farmasi. Tapi, secara hukum ganja tetap dilarang dan merupakan jenis narkotika yang berbahaya.

Bercerita tentang ganja di republik ini haruslah sangat hati-hati. Indonesia mengeluarkan undang-undang tentang larangan proses produksi, distribusi sampai tahap konsumsi dari tanaman ganja. Undang-undang No. 22 1997 tentang Narkotika mengklasifikasikan ganja; biji, buah, jerami, hasil olahan atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis sebagai narkotika golongan I yang berarti satu kelas dengan opium dan kokain. Pasal 82 ayat 1 butir a UU tersebut menyatakan bahwa mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Hukuman yang sangat berat tapi jarang ada yang sampai proses hukuman mati.

http://rastayoman.blogspot.com/2013/11/ganja-membuka-wawasan.htmlAda pertanyaan besar yang sering membuat kita bingung dan penasaran; mengapa ganja itu dilarang padahal sangat subur tumbuh di Aceh. Ganja itu sebuah anugerah atau musibah?. Apa sebenarnya kandungan dari ganja itu? Apa ada manfaatnya? Apakah ada negara lain yang melegalkan ganja?. Darimana asal muasal ganja?. Seorang teman saya mahasiswa S3 Pertanian di UGM pernah menyatakan keinginannya untuk meneliti ganja lebih mendalam, namun karena proses perizinan yang rumit dan risiko yang besar membuat dia berpikir kembali tentang risetnya itu.

Secara historis ganja pertama kali ditemukan di Cina pada tahun 2737 SM. Masyarakat Cina telah mengenal ganja sejak zaman batu. Mereka menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari, sebagai bahan pakaian, obat-obatan, dan terapi penyembuhan seperti penyakit rematik, sakit perut, beri-beri hingga malaria. Cannabis juga digunakan untuk minyak lampu dan bahkan untuk upacara keagamaan. Secara esensial ganja sendiri yang pasti adalah tumbuhan liar biasa layaknya rumput yang tumbuh dimana saja. Hanya saja, ganja tidak sembarang tumbuh di tanah. Ganja memerlukan kultur tanah yang berbeda dan cuaca wilayah yang mendukung.. Sebutan lain ganja adalah mariyuana, yang berasal dari bahasa Portugis yaitu Mariguango yang berarti barang yang memabukkan. Untuk bahasa ilmiahnya disebut Cannabis. Istilah ganja dipopulerkan oleh kaum Rastafari, kaum penganut sekte Rasta di Jamaika yang berakar dari Yahudi dan Mesir.

Seiring dengan perkembangan dunia medis dan industri, negara-negara maju mulai mempertimbangkan untuk menjadikan serat ganja sebagai bahan minyak bakar karena prosesnya yang mudah dan aman dari kebakaran (mungkin cocok sebagai substitusi tanaman jarak sebagai sumber energi di Indonesia). Karena kandungan minyaknya yang aman dan lain dari minyak olahan biasa seperti minyak kelapa sawit. Selain minyak, serat tanaman yang disebut juga hemp ini sangat bagus, keunggulan seratnya dapat mengalahkan serat kapas. Dari tanaman ini, bisa diproduksi bahan tekstil, kertas, lapisan rem dan kopling hingga untuk tali. Amerika Serikat pada Perang Dunia II sempat menggunakan serat tanaman hemp ini untuk tali kapal bagi para tentaranya, khususnya pada armada laut. Dari sisi medis, komposisi kimia yang terkandung dalam ganja adalah Cannibanol, Cannabidinol atau THC yang terdiri dari Delta -9- THC dan Delta -8- THC.

Delta -9- THC sendiri mempunyai efek mempengaruhi pola pikir otak manusia melalui cara melihat sesuatu, mendengar, dan mempengaruhi suasana hati pemakainya. Selain Delta -9- THC, ada 61 unsur kimia lagi yang sejenis dan lebih 400 bahan kimia lainnya yang beracun.

Delta -9- THC diyakini para ilmuwan medis mampu mengobati berbagai penyakit, seperti daun dan biji, untuk membantu penyembuhan penyakit tumor dan kanker. Akar dan batangnya bisa dibuat menjadi jamu yang mampu menyembuhkan penyakit kejang perut (kram), disentri, anthrax, asma, keracunan darah, batuk, diare, luka bakar, bronchitis, dan lain-lain. Dalam dunia kedokteran, bahan kimia pada ganja mempunyai sifat-sifat yang membantu penyembuhan penyakit dalam tubuh, seperti tonic (penguat), analgesic, stomachic dan antispasmodic (penghilang rasa sakit), sedative dan anodyne (penenang), serta intoxicant (racun keras).

Di Inggris terdapat sebuah lembaga Marijuana Center, lembaga yang melakukan penelitian tanaman ini secara medis dan farmasi. Hasilnya, mariyuana tetap diandalkan dan menjadi obat yang ampuh. Seperti pasien yang lumpuh, ketika menjalani terapi dengan mariyuana bisa sembuh, dapat berjalan kembali layaknya orang normal, tidak impoten, dan mempunyai daya ingat yang tinggi. Di Kanada, pihak pemerintah berencana melegalisasikan ganja dan bentuk obat-obatan dan kebutuhan farmasi lainnya. Pemerintah Kanada mulai mengijinkan pembelian ganja dengan resep dokter di apotek-apotek lokal. Satu ons dijual sekitar $113 dan ganja dikirim melalui kurir ke pasien atau dokter mereka. Telah banyak pasien yang melaporkan bahwa ganja mengurangi rasa mual pada penderita AIDS dan penyakit lainnya. Hal ini yang mendukung pemerintah untuk semakin memantapkan pelegalisasian ganja.

Ganja Aceh
Membicarakan ganja tidak akan lepas dari Aceh. Provinsi ini terkenal dengan tanaman ganja yang hampir tersebar di seluruh hutan-hutan lebat di Aceh. Bahkan Aceh diisukan menjadi ladang ganja terbesar di Asia Tenggara, selain Thailand. Orang Aceh telah menggunakan ganja dari dulu sebagai ramuan makanan dan bumbu masak. Namun saat ini jarang ditemui masakan Aceh yang memakai bahan ganja untuk ramuan masakan, Kondisi geografis Aceh yang mendukung, tanah yang subur, hujan yang teratur, dan posisi pegunungan dengan iklim yang relative stabil membuat ganja mampu tumbuh subur. Di hutan-hutan Aceh, tersebar hampir ribuan hektar ladang ganja. Dari Kabupaten Bireuen, Aceh Besar, Aceh Tenggara, Aceh Barat Daya, Aceh Tengah, dan Aceh Utara. Dalam satu bulan saja, aparat kepolisian bisa menemukan ratusan hektar ganja, seperti di Peudada (Bireuen), Lamteuba (Aceh Besar), Kutacane (Aceh Tenggara), dan Blang Pidie (Aceh Barat Daya). Padahal dalam satu bulan tersebut, operasi dilakuan oleh aparat itu belum maksimal, karena medan yang harus dilalui sangat berat, disamping tidak adanya informasi ladang-ladang lainnya yang masih tersebar luas.

Kabupaten Bireuen disinyalir mempunyai ladang ganja terluas di Aceh. Diperkirakan ada 44 titik ladang ganja yang tersebar di enam lokasi di lima kecamatan. Dalam satu kali operasi di Bireuen saja aparat bisa menemukan 20-90 hektar ladang ganja. Bayangkan jika biasanya satu hektar ladang ganja akan menghasilkan 100 kilogram ganja siap pakai dengan harga lokal Rp. 200 ribu per kilogram maka sekali panen bisa menghasilkan omzet Rp. 20 juta. Jika sampai di Medan dan sekitarnya harga ganja sudah melambung mencapai Rp. 700 ribu per kilogram. Di Jakarta dan kota-kota lainnya di Jawa, harga ganja untuk partai besar mencapai Rp. 2 juta per kilogram atau Rp. 200 juta per hektar. Harga eceran justru lebih tinggi lagi yakni melonjak sampai Rp. 3,5 juta. Walau belum ada data faktual, katakanlah jumlah total ladang ganja di Aceh ada 1000 hektar (100 ribu kilogram ganja) dengan asumsi setahun bisa tiga kali panen dengan harga Rp. 3,5 juta per kilogram, maka setiap kali panen omzet per tahun dari tanaman ganja adalah 100 ribu kg x 3,5 juta x 3 = Rp 1,05 triliun per tahun. Sangat fantastis, hampir sepertiga dari jumlah APBD Provinsi Aceh tiap tahunnya. Bayangkan jika hasil tanaman ini di ekspor, perbedaan kurs akan menghasilkan potensi keuntungan yang berlipat, apalagi ganja Aceh mendapat pengakuan telah mencapai standar kualitas dunia. Banyak negara melegalkan ekspor-impor ganja, seperti Swiss dan Belanda yang sering menjadi pasar gelap ganja internasional. Hal ini sangat menggiurkan bagi sebagian orang yang berpikiran pendek untuk mau terlibat dalam transaksi ganja. Mulai dari pelajar, ibu rumah tangga sampai pejabat pun mau menjadi kurir ganja. Tekanan hidup dan ingin cepat kaya menjadi motivasi utama dalam kegiatan ilegal ini.

Jakarta menjadi kota terbesar dalam pemasaran narkoba. Ganja, hasish, shabu, putaw, heroin, kokain, exstasi, hingga acid akan mudah didapat bila sudah masuk dalam ruang lingkup narkoba. Namun menurut penelitian yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2005 disebutkan bahwa prevalensi penyalahgunaan narkoba pada laki-laki menempatkan Jakarta pada posisi ketiga dengan 11,4 % di bawah Medan dan Bandung. Yogjakarta berada pada urutan ke empat dengan 8,5 %. Ketua Pelaksana Harian BNN, Komjen Makbul Padmanegara, mengatakan peredaran narkoba sudah sampai keseluruh wilayah di Indonesia. Dari 200 juta penduduk Indonesia, 1 % atau 2 juta diantaranya positif mengkonsumsi narkoba.

Potensi atau Proteksi
Tak dapat dipungkiri bahwa potensi ganja di Aceh mampu menutup defisit APBD di setiap kabupaten/kota yang memiliki ladang ganja, namun secara hukum ganja tetap dilarang dan merupakan jenis narkotika yang berbahaya. Eksistensi ganja di Aceh tentu ada pengaruh kausalitas, tidak mungkin ganja tumbuh subur di Aceh jika tidak memiliki makna apa-apa. Penelitian menunjukkan ganja juga memiliki manfaat dari sisi medis dan dan farmasi. Mungkinkah kita melihat manfaat dari kesuburan tanaman ini di negeri kita?. Bisakah suatu saat Aceh bisa mengekspor ganja?. Kita tidak tahu, yang jelas Afghanistan mampu mengekspor opium–bahan dasar heroin– dan menjadi penyumbang 92% dari total ekspor dunia dengan konsekuensi 1,4% warga negaranya kecanduan opium. Bolivia, Peru, Ekuador dan Kolombia adalah negara-negara pemasok koka–bahan dasar kokain– terbesar didunia. Dan terbukti produksi opium dan koka di negara-negara tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi negara
Sisi Lain Ganja
Ganja pertama kali ditemukan 8000 SM, saat itu umumnya digunakan sebagai bahan tekstil. Ganja dewasa bisa mencapai tinggi empat meter dengan batang bercabang dan digolongkan dalam tanaman perdu. Jumlah daun dalam tiap tangkai selalu dalam jumlah ganjil 5, 7 ato 9. Sedangkan bunganya sudah dapat dilihat pada umur 6 bulan meskipun dalam ukuran yang cukup kecil. Bijinya sendiri berwarna hitam kecoklatan dan mengkilap serta mengandung minyak. Mungkin kalo sedikit penelitian lebih lanjut, ganja bisa dijadikan salah satu sumber minyak alternatif.
Sekarang Ganja lebih dikenal sebagai tumbuhan yang menciptakan euforia. Euforia adalah perasaan senang yang muncul tanpa sebab. Hal Ini dipicu oleh salah satu kandungan yang dimilikinya yakni THC atau tetrahydrocannabinol yang merupakan jenis zat psikoaktif. Istilah lain untuk Ganja adalah marijuana, tampee, pot, weed, dope atau green stuff (slang bahasa Inggris), cimeng atau gele (slang bahasa Indonesia).

THC (tetrahyahocannabinol) dalam ganja terdiri dari Delta -9-THC dan Delta -8-THC. Delta -9-THC mempunyai efek mempengaruhi pola pikir otak manusia melalui cara melihat sesuatu, mendengar, dan mempengaruhi suasana hati pemakainya. Para ilmuwan medis percaya bahwa Delta -9-THC dapat mengobati berbagi penyakit. Misalnya, daun dan biji tanaman cannabis dapat digunakan untuk mengobati penyakit kanker dan tumor. Lalu, akar dan batangnya dapat dibuat ramuan yang mampu menyembuhkan penyakit, diantaranya kram perut, disentri, asma, anthrax, luka bakar, dan lainnya. Di Inggris sendiri terdapat suatu lembaga yang khusus melakukan penelitian terhadap ganja secara medis dan farmasi, yakni Marijuana Center. Hasilnya, kandungan kimia dalam ganja dapat membantu penyembuhan penyakit dalam tubuh antara lain seperti tonic (penguat), analgesic, penghilang rasa sakit, dan penenang. Bahkan efek ganja yang dapat meningkatkan nafsu makan ternyata bagus bagi penderita AIDS dan anorexia nervosa yang perlu dibangkitkan selera makannya. Sedangkan perasaan teler atau melayang dikaitkan dengan keceriaan atau tertawa yang konon dapat membantu kekuatan penyembuhan tubuh dan jiwa. Ganja telah lama dikenal manusia dan digunakan sebagai bahan pembuat kantung karena serat yang dihasilkannya kuat. Biji ganja juga digunakan sebagai sumber minyak.
Selain diklaim sebagai pereda rasa sakit, dan pengobatan untuk penyakit tertentu (termasuk kanker), banyak juga pihak yang menyatakan adanya lonjakan kreatifitas dalam berfikir serta dalam berkarya (terutama pada para seniman dan musisi.Berdasarkan penelitian terakhir, hal ini (lonjakan kreatifitas), juga di pengaruhi oleh jenis ganja yang digunakan. Salah satu jenis ganja yang dianggap membantu kreatifitas adalah hasil silangan modern “Cannabis indica” yang berasal dari India dengan “Cannabis sativa” dari Barat, dimana jenis Marijuana silangan inilah yang merupakan tipe yang tumbuh di Indonesia.
Di sejumlah negara penanaman ganja sepenuhnya dilarang. Namun di beberapa negara lain, penanaman ganja diperbolehkan untuk kepentingan pemanfaatan seratnya. Syaratnya adalah varietas yang ditanam harus mengandung bahan narkotika yang sangat rendah atau tidak ada sama sekali.
Ganja tidak selalu identik dengan hal-hal negatif. Banyak juga hal-hal positif yang bisa dimanfaatkan dari tanaman ini
“Ganja tidak selalu identik dengan hal-hal negatif. Banyak juga hal-hal positif yang bisa dimanfaatkan dari tanaman ini sejauh pemanfaatannya dalam batas yang wajar dan tidak disalahgunakan.”
Read »

UU Narkoba Untuk Pecandu Narkoba Hakim Belum Mengerti

http://rastayoman.blogspot.com/2013/11/hukuman-bagi-pengguna-narkoba.html
Banyak Hakim Belum Mengerti UU Narkoba untuk Pecandu Narkoba
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Anang Iskandar menyatakan masih banyak hakim di pengadilan tindak pidana belum mengerti dengan Undang-undang Narkoba untuk pecandu.

"Hal ini dibuktikan masih banyaknya hakim yang memutuskan bersalah dan akhirnya pecandu dipidana bersama dengan pengedar narkoba," kata Anang pada acara Dekriminalisasi Penyalahgunaan Narkoba yang dihadiri pejabat daerah dan lembaga adat di Pekanbaru, Riau, Senin (30/9).

Menurut dia, sikap hakim yang tidak bisa membedakan pengguna narkoba dan pengedar narkoba sangat disayangkan. Hal itu berdampak negatif pada upaya pemerintah dalam membasmi jaringan peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang. Untuk itu, Anang mengharapkan hakim belajar untuk lebih mengerti UU terkait narkoba untuk kalangan pecandu atau pengguna narkoba.

Menurut dia, pecandu tidak bisa disamakan dengan kelompok pengedar narkoba yang memang harus dihukum berat. "Pecandu atau pengguna pada dasarnya adalah korban narkoba. Jadi selayaknya mereka mendapat perhatian pemerintah dengan hak rehabilitasi atau penyembuhan. Bukan malah dihukum layaknya pengedar," tandasnya.

Untuk diketahui juga, tambah Anang, sejatinya para hakim dapat menempatkan pengguna narkoba di tempat rehabilitasi. "Tapi faktanya, selama ini para hakim lebih sering menjerat pengguna narkoba dengan pasal 111, 112, 114 UU 35/2009 tentang Narkotika dengan hukuman pidana penjara hingga pidana mati. Padahal, sebenarnya tidak," ujarnya.

Menurut dia, sebenarnya hakim bisa memutuskan para terdakwa Pengguna Narkoba dengan pasal 54 UU 35/2009 yang dapat menetapkan pengguna bisa direhabilitasi atau disembuhkan dari ketergantungan," katanya.

Ia mengatakan hakim harus meninggalkan paradikma lama dan menggunakan paradikma baru tentang narkoba. "Di mana pecandu atau pengguna bukanlah pelaku kejahatan, melainkan korban yang butuh perhatian pemerintah,"
  Di terbitkan oleh: http://rastayoman.blogspot.com/

- Badan Narkotika Nasional
- Evek Samping Ganja
- Hukuman Bagi Pengguna Narkoba
- Efek Samping Ganja
- Bahaya Dan Manfaat Ganja
- Zat yang Bisa Nenghentikan kecanduan Ganja
Read »

SEJARAH BNN

Sejarah

Sejarah penanggulangan bahaya Narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan orang asing.

Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah badan koordinasi kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, dan lain-lain, yang berada di bawah komando dan bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN. Badan ini tidak mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapat alokasi anggaran sendiri dari ABPN melainkan disediakan berdasarkan kebijakan internal BAKIN.

Pada masa itu, permasalahan narkoba di Indonesia masih merupakan permasalahan kecil dan Pemerintah Orde Baru terus memandang dan berkeyakinan bahwa permasalahan narkoba di Indonesia tidak akan berkembang karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Pancasila dan agamis. Pandangan ini ternyata membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya narkoba, sehingga pada saat permasalahan narkoba meledak dengan dibarengi krisis mata uang regional pada pertengahan tahun 1997, pemerintah dan bangsa Indonesia seakan tidak siap untuk menghadapinya, berbeda dengan Singapura, Malaysia dan Thailand yang sejak tahun 1970 secara konsisten dan terus menerus memerangi bahaya narkoba.

Menghadapi permasalahan narkoba yang berkecenderungan terus meningkat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah (Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah terkait.

BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) secara ex-officio. Sampai tahun 2002 BKNN tidak mempunyai personel dan alokasi anggaran sendiri. Anggaran BKNN diperoleh dan dialokasikan dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), sehingga tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal.

BKNN sebagai badan koordinasi dirasakan tidak memadai lagi untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba yang makin serius. Oleh karenanya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN, sebagai sebuah lembaga forum dengan tugas mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan fungsi: 1. mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba; dan 2. mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba.

Mulai tahun 2003 BNN baru mendapatkan alokasi anggaran dari APBN. Dengan alokasi anggaran APBN tersebut, BNN terus berupaya meningkatkan kinerjanya bersama-sama dengan BNP dan BNK. Namun karena tanpa struktur kelembagaan yang memilki jalur komando yang tegas dan hanya bersifat koordinatif (kesamaan fungsional semata), maka BNN dinilai tidak dapat bekerja optimal dan tidak akan mampu menghadapi permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius. Oleh karena itu pemegang otoritas dalam hal ini segera menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Propinsi (BNP) dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK), yang memiliki kewenangan operasional melalui kewenangan Anggota BNN terkait dalam satuan tugas, yang mana BNN-BNP-BNKab/Kota merupakan mitra kerja pada tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/kota yang masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota, dan yang masing-masing (BNP dan BN Kab/Kota) tidak mempunyai hubungan struktural-vertikal dengan BNN.

Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Tahun 2002 telah merekomendasikan kepada DPR-RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997. Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tersebut, BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika. Yang diperjuangkan BNN saat ini adalah cara untuk MEMISKINKAN para bandar atau pengedar narkoba, karena disinyalir dan terbukti pada beberapa kasus penjualan narkoba sudah digunakan untuk pendanaan teroris (Narco Terrorism) dan juga untuk menghindari kegiatan penjualan narkoba untuk biaya politik (Narco for Politic).

Tugas dan Fungsi

Kedudukan :

Badan Narkotika Nasional yang selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebut BNN adalah lembaga pemerintah non kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab LANGSUNG kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. BNN dipimpin oleh Kepala.

Tugas :

    Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
    Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
    Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
    Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat;
    Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
    Memantau, mengarahkan dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Psikotropika Narkotika;
    Melalui kerja sama bilateral dan multiteral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
    Mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekursor Narkotika;
    Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
    Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.

Selain tugas sebagaimana diatas, BNN juga bertugas menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.

Fungsi :


    Penyusunan dan perumusan kebijakan nasional di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol yang selanjutnya disingkat dengan P4GN.
    Penyusunan, perumusan dan penetapan norma, standar, kriteria dan prosedur P4GN.
    Penyusunan perencanaan, program dan anggaran BNN.
    Penyusunan dan perumusan kebijakan teknis pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, hukum dan kerjasama di bidang P4GN.
    Pelaksanaan kebijakan nasional dan kebijakna teknis P4GN di bidang pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, hukum dan kerjasama.
    Pelaksanaan pembinaan teknis di bidang P4GN kepada instansi vertikal di lingkungan BNN.
    Pengoordinasian instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat dalam rangka penyusunan dan perumusan serta pelaksanaan kebijakan nasional di bidang P4GN.
    Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi di lingkungan BNN.
    Pelaksanaan fasilitasi dan pengkoordinasian wadah peran serta masyarakat.
    Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
    Pelaksanaan pemutusan jaringan kejahatan terorganisasi di bidang narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.
    Pengoordinasian instansi pemerintah terkait maupun komponen masarakat dalam pelaksanaan rehabilitasi dan penyatuan kembali ke dalam masyarakat serta perawatan lanjutan bagi penyalahguna dan/atau pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol di tingkat pusat dan daerah.
    Pengkoordinasian peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat.
    Peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi penyalahguna dan/atau pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif tembakau dan alkohol berbasis komunitas terapeutik atau metode lain yang telah teruji keberhasilannya.
    Pelaksanaan penyusunan, pengkajian dan perumusan peraturan perundang-undangan serta pemberian bantuan hukum di bidang P4GN.
    Pelaksanaan kerjasama nasional, regional dan internasional di bidang P4GN.
    Pelaksanaan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan P4GN di lingkungan BNN.
    Pelaksanaan koordinasi pengawasan fungsional instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat di bidang P4GN.
    Pelaksanaan penegakan disiplin, kode etik pegawai BNN dan kode etik profesi penyidik BNN.
    Pelaksanaan pendataan dan informasi nasional penelitian dan pengembangan, serta pendidikan dan pelatihan di bidang P4GN.
    Pelaksanaan pengujian narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.
    Pengembangan laboratorium uji narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif tembakau dan alkohol.
    Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan nasional di bidang P4GN.

Struktur kelembagaan BNN
BNN sebagai lembaga pemerintah non kementerian (sejak 2010)

Susunan organisasi BNN terdiri atas:

    Kepala
    Sekretariat Utama
    Deputi Bidang Pencegahan
    Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat
    Deputi Bidang Pemberantasan
    Deputi Bidang Rehabilitasi
    Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama
    Inspektorat Utama
    Pusat Penelitian, Data, dan Informasi
    Balai Besar Rehabilitasi
    Balai Diklat
    UPT Uji Lab Narkoba
    Instansi vertikal
Read »

Hukuman Bagi Para Pemakai Narkoba

http://rastayoman.blogspot.com/2013/11/hukuman-bagi-pengguna-narkoba.html
Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). 

 Pasal 126 untuk seseorang yang mengonsumsi Narkotika Golongan III

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan III terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golognan III untuk digunakan orang lain, dipidana, dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana paling sedikit Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

 Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 127 mengenai penyalahgunaan Narkotika:

    Setiap penyalahguna:
  •     Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun. 
  • Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua ) tahun
  • Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.
Dalam hal penyalahgunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, orang yang melakukannya wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Selain hukuman untuk pembuat, pengedar dan pengguna Narkotika, Pemerintah juga membuat batasan tertentu untuk melakukan rehabilitasi bagi seseorang yang telah menajadi pecandu. Beberapa ketentuan tersebut terdapat dalam Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 25 tahun 2011, tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika:

Pasal 1
  • Ayat 1. Wajib lapor adalah kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu narkotika yang telah cukup umur atau keluarganya, dan / atau orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur kepada institusi penerima wajib lapor untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
  • Ayat 3. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
  • Ayat 4. Korban penyalahgunaa Narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/ atau diancam untuk menggunakan Narkotika.
  • Ayat 5. Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/ atau dihentikan secara tiba-tiba menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
  • Ayat 6. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika.
  • Ayat 7. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar mantan Pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
  • Ayat 8. Keluarga adalah orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah dan garis menyamping sampai derajat kesatu.
  • Ayat 9. Pecandu Narkotika belum cukup umur adalah seseorang yang dinyatakan sebagai Pecandu Narkotika dan belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan/ atau belum menikah.
  • Ayat 10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
  • Ayat 11. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.

Pasal 13, Mengenai Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika

Pecandu Narkotika yang telah melaksanakan Wajib Lapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Wajib menjalani rehabilitasi medis dan / atau rehabilitasi sosial sesuai dengan rencana rehabilitasi sebagaimana dimasud dalam Pasal 9 ayat (2) tentang hasil tes yang bersifat rahasia.
Kewajiban menjalani rehabilitasi medis dan/ atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Pecandu Narkotika yang diperintahkan berdasarkan;
  • Putusan pengadilan jiag Pecandu Narkotika terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.
  • Penetapan pengadilan jika Pecandu Narkotika tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.
  • Pecandu Narkotika yang sedang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi medis dan / atau rehabilitasi sosial.
 Penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/ atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim sesuai dengan tingkat pemeriksaan setelah mendapatkan rekomendasi dari Tim Dokter.
Ketentuan penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan / atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga bagi Korban Penyalahgunaan Narkotika.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penempatan dalam lembaga rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan instansi terkait.

Penggolongan 3 tingkat narkotika:

A. Narkotika Golongan I
  • Narkotika yang sangat berbahaya daya adiktifnya sangat tinggi dan hanya untuk pengembangan ilmu pengatahuan saja.
  • Contoh: Ganja, Heroin, Kokain, dan Opium
B. Narkotika Golongan II
  • Memiliki daya adiktif yang kuat, tetapi berguna dalam ilmu pengobatan dan terapi
  • Contoh: Morfin, Benzetidin, Betametadol dan Petidin.
C. Narkotika Golongan III

  • Memiliki daya adiktif yang kurang begitu kuat dan potensi ketergantungannya ringan sehingga banyak digunaka untuk terapi dalam ranah medis.
  • Contoh: Codein, Metadon, dan Naltrexon.
  • irim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana paling sedikit Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah).

 ================================================
Read »

Coretan Anak Desa

Aku lahir di Bima pada tanggal 08 Mei 1991, dan aku lahir dari keluarga yang termasuk menengah kebawah, namun aku tetap bersyukur aku dapat hidup dengan bahagia,walaupun tak sebahagia orang-orang menengah keatas, tapi aku yakin diluar sana banyak yang masih dibawah golonganku.Pada tahun 1997 aku sekolah di SDN Kombo dekat rumahku, tapi alhamdulillah aku dapat mengikuti pelajaran dengan baik, dan prestasiku juga lumayan bagus walaupun kadang aku lalai belajar dimasa SD inilah aku dapat mengeluarkan kemampuanku,hingga aku berusia 12 tahun aku lulus disekolah itu dan hasilnya lumayan, aku mendapat nilai yang amat membahagiakan bagiku. pada tahu 2003 aku melanjutkan sekolah ke MTs Raba Kab. BIMA,

tapi aku disana termasuk anak yang mempunyai prestasi yang biasa saja, mungkin disana banyak anak sekolah yang lebih pintar dariku, dan juga aku merasa kurang ada dukungan dari orang tua, karena orang tuaku masih mencari nafkah, saat aku menginjak kelas 2 aku mulai mmengagumi seorang wanita, walau prestasiku terbilang biasa saja, tapi teman-temanku bilang aku memiliki wajah yang lumayan tampan, tapi aku tidak berani untuk mendekatinya,menginjak kelas 3 aku buang semua urusan cinta dan aku ber konsentrasi untu Ujian Nasional, karena saat kelas 2 nilai turun drastis, setahun kemudian pada tahun 2006 aku berhasil menamatkan sekolahku di MA (Madrasyah Aliah), dengan nilai yang standar, aku berusaha untuk meyakinkan orang tuaku, untuk melanjutkan sekolah ke  kejenjang yang lebih tinggi,pada tahun 2006 aku masuk MA di dekat rumahku karna ekonomi tidak mendukung untuk sekolah di kota,selama 3 tahun aku sekolah aku tidak pernah membebani orang tuaku untuk membiayai sekolahku,tiap hari aku kerja apa saja yang penting biasa menghasilkan uang yang halal memasuki tahun ketiga aku mulai malas dan sering bolos sekolah karena pergi mencari uang untuk biaya sekolahku dan juaga kedua kakaku yang sekolahnya di kota,mendekati Ujian Nasional aku mulai konsentrasi untuk belajar dan alhamdulillah aku lulus.
Aku berusaha meyakunkan orang dengan nilaiku yang cukup lumayan sepaya aku di ijinkan untuk lenjut ke perguruan tinggi,Tapi Untuk tahun ini orang tuaku tidak mengijinkan dengan alasan ekonomi dan kebetualn kedua kakaku belum selesai kuliahnya,aku sebagai anak terahir harus mengalah walaupu hati kecilku tidak mau terima.
Selama satu tahun menganggur aku membantu orang tuaku kerja sambil menunggu kakaku yang ke dua menjadi sarjana.
Memasuki tahun 2010 aku menagi janji orang tuaku untuk pergi kuliah, ahirnya ku pilih kota makassar sebagai tempat di man aku haru mengejar impian dan cita-citaku,,,,,,
ingin tau kisahku selanjutnya klik di sinai
Read »

I WOULD LOVE TO GET YOU

Sepatah kata yang tak akan terlupa
Seucap janji yang slalu tertepati
Menancap jauh di dalam hati sanubari
Setitik air mata berderai di pipi
Aku coba untuk menampakkan senyum
Walaupun pahit kenyataan ini
Tapi aku slalu berdo'a
Semoga dirimu slalu bahagia
Aku hanya manusia biasa
Yang tak punya apa-apa
Cinta dan nyawa titipan dari TUHAN
Semampuku akan kujaga
Sampai pelangi berubah warna
Demi langit yang membawahi BUMI
Sesungguhnya aku ingin memiliki dirimu
Bila dirimu tak keberatan
I will love you forever
Read »

Danau Paling Asin di Dunia

http://rastayoman.blogspot.com/2013/11/misteri-danau-paling-asing-di-dunia.html
Danau Don Juan di Antartika adalah danau paling asin di dunia. Danau ini terletak di McMurdo Dry Valley. Kadar garam danau yang mencapai delapan kali lipat Laut Mati sejak lama mengundang teka-teki.
Tim ilmuwan dari Brown University berhasil menguak rahasia keasinan danau tersebut. Mereka memublikasikan hasil penelitiannya di jurnal Scientific Report baru-baru ini.

Geolog menemukan, garam dan air di Danau Don Juan berasal dari deposit kalsium klorida di sekitar danau. Garam "mengisap" air di udara saat kelembaban meningkat. Garam beserta air lalu mengalir ke danau. Air danau juga kadang berasal dari salju yang meleleh membawa garam.

Saat garam dan uap air di udara menyatu, corak gelap terbentuk di permukaan. Uniknya, corak ini juga didapatkan di Planet Mars.

James Head, co-author dalam publikasi penelitian, mengatakan bahwa Don Juan dan basin di Mars punya kesamaan. Sama-sama danau tertutup. Sejauh ini, telah ratusan basin tertutup yang ditemukan di planet merah itu.
"Jadi, apa yang kami temukan di Antartika mungkin menjadi kunci bagaimana danau bekerja di Mars masa lalu dan bagaimana kelembaban mengalir di permukaannya hari ini," kata Head.

James Dickson yang juga terlibat riset mengatakan bahwa secara umum seluruh komposisi terdapat di Mars untuk mendukung tipe hidrologi seperti Don Juan.
"Tidak mungkin ada air yang cukup di Mars sehingga bisa membentuk danau, tetapi arus yang lebih besar di Mars masa lalu mungkin membentuk banyak Don Juan," urai Dickson.

Riset untuk mengungkap rahasia keasinan Don Juan ini dilakukan dengan mengambil 16.000 gambar selama dua bulan terakhir. Perubahan warna dan penampakan lain danau diamati. Diketahui, warna dan penampakan lain menunjukkan kondisi lingkungan.
Read »

Adat Bima (Uma Lengge Wawo)

Uma Lengge
Uma Lengge Wawo,,,

Pangan bukan lagi sebuah kultur yang mengatur kearifan hidup manusia dalam berhubungan sesama, menghargai alam bahkan memikirkan kehidupan dimasa mendatang. Pangan menjadi komoditi politik, karena mampu memicu perang, memicu ketidakadilan bahkan menjadi alat menguasai kehidupan. Benih tanaman yang menjadi sumber pangan saat ini menjadi alat menguasai kehidupan seluruh umat manusia. Penguasaan benih dan gen (bagian terkecil dari sebuah kehidupan)

 oleh perusahaan-perusahaan multinasional adalah bagian penguasaan pangan. Pangan akan menjadi dewa dari keseluruhan kehidupan. Maka tidak heran kalau karena pangan seringkali berbagai problem kehidupan termasuk krisis disebuah negara terjadi.

Krisis pangan yang terjadi pada tahun 1998 menimbulkan masalah yang cukup serius terhadap kualitas ketahanan pangan masyarakat. Apalagi Indonesia banyak menggantungkan pangannya sebagian dari impor bukan dari produk dalam negeri. Krisis pangan saat ini lebih dipicu karena krisis energi. Beberapa negara penghasil pangan merubah produknya menjadi bahan energi untuk menggerakkan industrinya bukan untuk pangan yang dieksport. Hal ini menyebabkan negara-negara pengimpor pangan seperti Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya karena harganya menjadi naik. Kondisi ini menjadi peluang untuk memperbaiki produksi pangan lokal agar mampu memenuhi pangan bagi seluruh masyarakatnya. Salah satu yang saat ini gencar dilakukan oleh Kementrian Pertanian RI adalah membangun lumbung pangan masyarakat sebagai salah satu sarana penopang maupun coping mechanism ketahanan pangan komunitas. Pada saat krisis saat itu, lumbung pangan yang masih berkembang di masyarakat berperan sangat penting dalam mengatasi kebutuhan pangan keluarga dan anggota masyarakatnya.

Bentuk lumbung pangan ada yang merupakan lumbung keluarga tapi ada juga lumbung masyarakat. Kelembagaan lumbung pangan masyarakat banyak yang tingkatannya sederhana serta terus berorientasi sosial. Namun demikian banyak Lumbung masyarakat yang mempunyai potensi untuk dikembangkan melalui proses-proses yang sesuai dengan kultur setempat. Upaya ini diharapkan akan mampu memberikan kontribusi terhadap perwujudan ketahanan pangan dan kedaulatan petani. Selain itu diharapkan akan berdampak pada tumbuhnya lembaga sosial ekonomi masyarakat ini mampu menjadi lembaga penggerak ekonomi perdesaan. Hal ini karena lumbung pangan terbukti memiliki potensi dan daya adaptasi yang tinggi dari berbagai situasi. Pengalaman pada saat krisis ekonomi telah memberikan pelajaran bahwa lumbung pangan cukup efektif melayani kebutuhan pangan masyarakat.

Berangkat dari kebutuhan mendorong tumbuh dan berkembangnya lumbung dalam kelompok masyarakat, berikut salah satu model lumbung pangan perorangan dan komunitas yang telah berkembang sejak lama dan eksis hingga saat ini. Model lumbung Uma Lengge yang mulai ditinggalkan masyarakat, namun masih eksis di desa Maria, kecamatan Wawo, kabupaten Bima (Nusa Tenggara Barat). Tulisan ini menyajikan sekilas model lumbung pangan sebagai bahan pembelajaran bagi masyarakat dan pemerintah.

Awal mula Uma Lengge

Menurut cerita para tetua di Kabupaten Bima khususnya di Kecamatan Wawo, Uma Lengge didirikan mulai abad ke 14 - ke 15 (tahun 1540). Hal ini sejalan dengan sejarah 471 tahun silam dimana masyarakat Wawo masih bermukim di Pulau Sulawesi dan Sumatera (Pulau Andalas). Masyarakat Wawo pada saat itu suka berhijrah ke pulau-pulau untuk mencari tempat tinggal yang baru. Nama – nama tempat tinggal mereka yang ada di Sulawesi dan Sumatera dibuat sama dengan nama tempat-tempat yang ada di Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima misalnya:

1. Negeri Maria di Sulawesi (salah satu desa bernama Maria)
2. Negeri Wawo di Sulawesi sebagai Kecamatan Wawo
3. Negeri Kawae di Sulawesi, salah satu desa bernama Kawae
4. Negeri Negeri Lumu di Sulawesi. Nama serupa juga ada di Kec. Wawo Kab. Bima
5. Negeri Bonto Sunggu di Sulawesi. Nama serupa juga ada di Kec. Wawo
6. Negeri Wosu di Sulawesi. Nama serupa juga ada di Kec. Wawo Kab. Bima
7. Negeri Tanah Bangka di Sumatera. Nama serupa ada di Kec. Wawo Kab. Bima

Dari ke - 7 Negeri atau desa diatas, terutama di desa Maria yang sejak ratusan tahun terdapat sistem lumbung dalam bahasa Bima (Ngahi Mbojo) Uma Lengge. Menurut sejarah tetua, sejak mereka berada di Negeri Sulawesi dan Sumatera mereka sudah punya lumbung pangan (Uma Lengge) di Maria atau Wawo pada umumnya. Hanya dari tempat-tempat yang biasa digunakan baik di sulawesi dan sumatera, Lumbung (Uma Lengge) disebut juga tempat menyimpan hasil-hasil pertanian. Pada zaman dahulu Lumbung Pangan (Uma Lengge) juga dijadikan sebagai tempat tinggal, kemudian perkembangan saat ini Lumbung pangan tersebut (Uma Lengge) tidak lagi dijadikan sebagai tempat tinggal. Apalagi pernah ada sejarah pada jaman penjajahan terjadi kebakaran besar di desa Maria yang menghanguskan seluruh desa. Akhirnya oleh masyarakat, model Uma lengge dipisah dengan perkampungan yang ditempatkan pada tanah yang lebih tinggi. Lumbung dikumpulkan dalam satu tempat diatas tanah desa. Menurut Kepala desa Maria. Uma Lengge ditempatkan tersendiri dari lingkungan perkampungan tempat tinggal masyarakat Maria dengan tujuan agar menghindari dari bencana kebakaran. Di atas tanah yang terletak lebih tinggi sebelah tempat dimana Uma Lengge berada, dibangun juga panggung sederhana yang digunakan antara lain untuk upacara – upacara ada yang terkait dengan ritual Uma Lengge.

Lengge sebenarnya merupakan salah satu rumah adat tradisional Bima yang dibuat oleh nenek moyang suku Bima (Mbojo) sejak zaman purba. Sejak dulu, bangunan seperti ini tersebar di berbagai wilayah seperti di kecamatan Wawo, Sambori dan Donggo. Khusus di Donggo terutama di desa Padende dan Mbawa terdapat rumah yang disebut Uma Leme. Dinamakan demikian karena rumah tersebut sangat runcing melebihi Lengge. Atapnya dibuat mencapai hingga ke dinding rumah. Saat ini jumlah Lengge atau Uma Lengge semakin sedikit. Di kecamatan Lambitu, Lengge dapat ditemukan di desa Sambori (sekitar 40 km sebelah tenggara kota Bima), desa Kuta, Teta, Tarlawi dan Kaboro. Di kecamatan Donggo juga terdapat Lengge. Meskipun memiliki sedikit perbedaan dengan Lengge Sambori maupun Lengge yang ada di Wawo. Secara umum, struktur Uma Lengge berbentuk kerucut setinggi 5- 7 cm, bertiang empat dari bahan kayu, beratap alang-alang yang sekaligus menuturpi tiga perempat bagian rumah sebagai dinding dan memiliki pintu masuk dibawah (Muslimin Hamzah, Ensiklopedia Bima. Buletin Bima Akbar Pemkab. Bima, dan Buletin wisata Akbar, hal 161).

Bangunan Uma Lengge

Dalam membangun Uma Lengge oleh masyarakat Maria dilakukan secara gotong royong. Pemerintah Desa Maria bersama seluruh Masyarakat Maria bersama-sama membangunan Uma Lengge dan dilakukan dalam satu hari.

Pada awalnya model Uma Lengge dan Uma Jompa terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama digunakan untuk menerima tamu dan kegiatan upacara adat. Lantai kedua berfungsi sebagai tempat tidur sekaligus dapur. Sedangkan lantai ketiga digunakan untuk menyimpan bahan makanan seperti padi, palawija dan umbi-umbian. Pintu masuknya terdiri dari tiga daun pintu yang berfungsi sebagai bahasa komunikasi dan sandi untuk para tetangga dan tamu. Menurut warga Sambori, jika daun pintu lantai pertama dan kedua ditutup, hal itu menunjukan bahwa yang punya rumah sedang berpergian tapi tidak jauh dari rumah. Tapi jika ketiga pintu ditutup, berarti pemilik rumah sedang berpergian jauh dalam tempo yang relatif lama. Hal ini tentunya merupakan sebuah kearifan  yang ditunjukkan oleh leluhur orang-orang Bima. Ini tentunya memberikan sebuah pelajaran bahwa meninggalkan rumah meski meninggalkan pesan meskipun dengan kebiasaan dan bahasa yang diberikan lewat tertutupnya daun pintu itu. Disamping itu, tamu atau tetangga tidak perlu menunggu lama karena sudah ada isyarat dari daun pintu tadi . (Muslimin Hamzah, Ensiklopedia Bima. Buletin Bima Akbar Pemkab. Bima, dan Buletin wisata Akbar).

Seiring perubahan zaman, Uma Lengge sudah banyak berubah disesuaikan dengan kebutuhan masa kini. Perubahan yang banyak terjadi adalah bahan baku yang dipakai untuk membuat atap. Saat ini mulai banyak Uma lengge yang atapnya terbuat dari seng. Pembangunan Uma Lengge pada hakekatnya tidak menggunakan bahan atau alat yang terbuat dari besi atau baja melainkan terbuat dari kayu dengan atap dari daun ilalang. Karena saat ini mulai terbatas rumput alang-alang serta banyaknya masyarakat yang mengendalikan rumput dengan herbisida sehingga alang-alang mulai sulit ditemukan. Struktur bangunan Uma Lengge didesaign sangat baik termasuk mengatasi hama tikus masuk (lihat foto penampang kayu untuk mencegah tikus masuk)

Fungsinya Lengge-lengge yang ada di kecamatan Wawo saat ini sudah banyak yang difungsikan hanya sebagai lumbung pangan terutama padi. Menurut cerita John Ali (warga desa Maria), isi Uma Lengge sebenarnya sangat beragam bukan hanya padi, tatapi berbagai serelia termasuk gandum, sorgum, cantel, jagung, dll. Namun seriring berubahnya model pertanian diwilayah tersebut, isi lumbung lebih didominasi oleh gabah kering.

Penyimpanan hasil panen terutama padi atau gabah dilakukan secara bersama-sama di Uma Lengge dan Uma Jompa dalam satu kompleks.. Hal inilah, yang membuat masyarakat Desa Maria di Wawo, membuat lumbung secara bersama-sama yang dijaga secara khusus oleh dua juru pelihara desa. Tiap kali panen tiba, masyarakat Desa Maria selalu menyimpan padi-padi dan gabah mereka di lumbung ini. Demikian halnya dalam mengambil isi lumbung, dibuat jadwal pada hari tertentu ( 1 minggu satu kali pada hari Selasa). Aturan ini mendorong setiap keluarga mempunyai management dalam menggunakan sumber daya pangan yang dimilikinya.

Kepemilikan lumbung Uma Lengge dan Uma Jompa, diwariskan secara turun temurun dalam setiap keluarga. Hal ini mencegah terjadinya perselisihan lahan untuk lokasi penyimpanan pangan. Tiap kepala keluarga di Desa Maria yang mendapat warisan dari turun temurunnya- memiliki satu Uma Lengge. Ada pula yang dimiliki beberapa keluarga namun masih bersaudara atau berfamili. Uma Lengge dan Uma Jompa dipakai hingga anak cucu masyarakat Desa Maria yang memilikinya. Keberadaan Uma Lengge dinilai sangat membantu masyarakat dalam mengamankan logistik berupa padi dan berbagai serelia lainnya untuk kebutuhan mereka setahun. Masyarakat Desa Maria pada umumnya hanya melakukan panen satu tahun sekali . Keberadaan lengge di kecamatan Wawo saat ini telah menjadi salah satu obyek wisata budaya di kabupaten Bima. Banyak wisatawan manca negara yang berkunjung ke Lengge Wawo untuk melihat dan meneliti tentang sejarah Uma Lengge.

Pemanfaatan Uma Lengge
Masyarakat desa Maria mengisi Uma Lengge dilakukan secara serentak. Biasanya sebelum dilakukan penyimpanan dilakukan upacara adat terlebih dahulu. Berbagai atraksi kesenian yang menarik yaitu atraksi adu kepala (ntumbu) serta diiringin alunan musik tradisional Bima (Mbojo). Atraksi adu kepala ini dilakukan dua orang lelaki dan anehnya tidak satupun dari mereka yang merasakan sakit atau terluka. Sebelum atraksi dimulai ada seorang pawang yang mengisi mantra-mantra untuk mereka.

Selama ini Uma Lengge tidak pernah kosong. Bahan pangan yang disimpan terutama padi sejak tahun 1980-an. Ada perubahan varietas yaitu dari varietas berbulu ke padi gogo rancah (padi kering). Baik pemerintah daerah maupun pusat sering melakukan penyuluhan tentang bagaimana merubah varietas akan tetapi tetap melestarikan adat dan Budaya Bima (Mbojo). Hasil pertanian yang di simpan di Uma Lengge antara lain: Padi, Jagung, Jawawut, Gandum, Karuku (Berungkuk), Pejo, Kacang Hijau, Kacang Kedelai dan Rempah – rempah.

Jangka waktu pengambilan isi Uma Lengge dilakukan 1 bulan sekali, pengambilan dilakukan hanya sekali seminggu, kalau masyarakat mengambil 2 kali dalam seminggu maka akan dianggap oleh masyarakat lainnya bahwa rumah tangga itu adalah rumah tangga yang boros. Perempuan mempunyai peran yang penting terutama dalam hal mengambil dan mengelola isi Uma Lengge.
Peraturan yang mengatur tentang Uma Lengge adalah sebagai berikut :
a. Peraturan adat tentang pengambilan isi lumbung yang berupa waktu yang disepakati oleh semua pemilik Uma Lengge.
b. Peraturan Adat yang mengatur tentang penjagaan bahwa penjaga di berikan gaji oleh Ompu Lengge (Petuah Adat) dan tidak boleh berusaha yang lain.
Peran FMT dan masyarakat dalam revitalisasi lumbung
FMT salah satu organisasi petani yang aktif mendorong upaya-upaya pembangunan pertanian yang memihak kepada petani. Bagi FMT lumbung merupakan sumber pangan bagi masyarakat petani. Uma Lengge merupakan salah satu bentuk lumbung untuk mempertahankan kehidupan dan menjadi kemanan pangan keluarganya. FMT terus melakukan penyadaran dan pendidikan lewat korwil dan anggotanya menghidupkan lumbung disetiap keluarga petani. Selain bentuk Uma Lengge, ada bentuk lumbung yang masih berkembang di keluarga petani yakni Uma Jompa dan rumah kolong (panggung). FMT terus mendorong bentuk lumbung dimiliki setiap keluarga petani karena melihat fungsinya sebagai penyangga pangan disaat pergantian musim dan menunggu panen selanjutnya. Khusus wilayah kecamatan Wawo, FMT melakukan diskusi-diskusi kepada petani muda agar meneruskan upaya pengembangan Uma Lengge agar tidak punah. Selama ini FMT bekerjasama dengan pemerintah desa yang kebetulan juga mendapatkan program dengan dinas pertanian. Peran pihak kabupaten dalam mendukung Uma lengge lebih banyak untuk mempromosikan sebagai kekayaan tradisional dan tempat wisata. Namun belum sampai mempromosikan dan memberikan penyadaran kepada petani untuk mengadopsi model Uma Lengge sebagai salah satu model lumbung komunitas dan keluarga.
Saat ini FMT sebagai salah satu pathner Access phase II berupaya mempromosikan system lumbung (Uma Lengge, Uma Jompa ataupun bentuk rumah panggung) dalam setiap keluarga petani. Promosi dan penyadaran pengembangan bentuk lumbung menjadi salah satu program kerja bersama korwil-korwil di 13 kecamatan di kabupaten Bima. Tantangan terberat dalam mempromosikan system lumbung ini adalah banyak jenis pangan yang tidak tahan lama. Perubahan varietas local ke varietas hibrida memerlukan perlakuan tersendiri. Dan seringkali hasil tanaman hibrida tidak bisa disimpan hal ini sudah mulai terjadi pada tanaman jagung. Beberapa varietas padi lokal masih dibudidayakan oleh petani anggota FMT. Bahkan FMT sekarang memproduksi benih padi sendiri dan salah satu prosesnya lewat disimpan dalam Lumbung Uma lengge atau lumbung lainnya. Para korwil (koordinator kecamatan) menjadi tokoh kunci bersama aktor-aktor desa menggerakkan petani dalam merevitalisasi lumbung. Para perempuan (yang juga petani) menjadi aktor yang cukup penting karena selama ini baik proses perawatan, pengelolaan lumbung menjadi tanggungjawab perempuan. Cukup banyak perempuan maupun suaminya telah menjadi anggota FMT, sehingga upaya-upaya mempertahankan kualitas dan kontinyuitas pangan keluarga petani tetap terjaga.

Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia terus mengalami tekanan dan perubahan seiring perubahan dimuka bumi. Perdagangan bebas, telah merubah pangan sebagai bagian dari budaya manusia menjadi komoditi yang hanya bisa dilihat dari 2 alasan yakni uang dan politik.
Read »

Copyright © Kreasi Anak Reggae

Designed by